Ahad 24 Dec 2023 22:32 WIB

Penyanyi Stephanie Poetri Jadi Korban Body Shaming, Apa Dampak Buruknya?

Bukan hanya tidak santun, body shaming bisa berdampak buruk.

Rep: Shelbi Asrianti/ Red: Qommarria Rostanti
Musisi Stephanie Poetri. Stephanie baru-baru ini menjadi korban body shaming dari warganet.
Foto: Dok. Instagram/@stephaniepoetri
Musisi Stephanie Poetri. Stephanie baru-baru ini menjadi korban body shaming dari warganet.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Figur publik tidak terhindar dari berbagai nyinyiran warganet, termasuk komentar negatif mengenai kondisi tubuh atau body shaming. Fenomena yang belakangan jadi sorotan adalah penyanyi Stephanie Poetri yang media sosialnya dipenuhi ucapan bernuansa body shaming.

Hal itu bermula ketika Stephanie membuat konten video kolaborasi dengan @recteamnyc. Putri dari diva Indonesia Titi DJ tersebut memberitahukan kepada warganet, di mana bisa berburu kuliner Indonesia di New York, Amerika Serikat. Dalam video, dia memesan dan menyantap opor, ditemani jus alpukat.

Baca Juga

Konten Stephanie sebenarnya cukup informatif dan menarik, belum lagi memperkenalkan kuliner Indonesia ke audiens yang lebih luas. Namun, sebagian warganet malah salah fokus dan nyinyir dengan kondisi fisik pelantun lagu "I Love You 3000" tersebut.

Sebagian komentar itu sangat tidak layak diucapkan, bahkan kasar dan menyakitkan hati. Warganet yang nyinyir menyebut bentuk tubuh Stephanie tidak seperti dulu, bahkan ada yang "menasihati" supaya perempuan 23 tahun itu tidak banyak makan supaya tubuhnya tidak semakin melebar.

Masih banyak lagi ucapan kelewatan yang kurang elok, bahkan jika diucapkan kepada orang yang sudah kenal dekat. Apalagi, itu ditujukan kepada sosok yang sama sekali tak dikenal. Bukan hanya tidak santun, tapi melakukan body shaming bisa berdampak buruk.

Istilah body shaming yang belakangan mengemuka di media sosial merupakan bentuk tindakan mengejek atau menghina dengan cara mengomentari bentuk atau ukuran tubuh dan penampilan seseorang. Tak cuma di media sosial, body shaming juga sering kali dilakukan di kehidupan nyata.

Contoh body shaming yaitu menghina karena seseorang punya ukuran tubuh ekstra atau malah terlalu kurus. Begitu juga terkait bagian tubuh lainnya. Selain dilontarkan kepada orang lain, body shaming juga bisa dilakukan kepada diri sendiri.

Untungnya, di akun Instagram Stephanie, banyak juga warganet yang membela. Salah satunya adalah pemilik akun @achanti***. "Kenapa sih harus body shaming dia? Penting ya? Everyone is beautiful with their own shapes and sizes, ini mentality orang-orang yang komennya kurang bagus yang harus diubah, bukan dianya," ujar warganet itu.

Komentar bernuansa body shaming kini banyak dijumpai di dunia maya maupun kehidupan nyata. Padahal, body shaming atau tindakan mengatakan sesuatu yang negatif tentang tubuh bisa berimbas buruk. 

Ahli gizi bersertifikat Ariane Resnick menjelaskan bahwa body shaming tidak hanya tentang berat badan atau ukuran tubuh. Komentar negatif itu bisa juga mengenai usia, penampilan, rambut, pakaian, makanan, tingkat daya tarik, atau lainnya.

"Body shaming memiliki banyak sekali dampak negatif terhadap kesehatan mental. Remaja yang menjadi sasaran body shaming memiliki peningkatan risiko depresi yang signifikan," ujar Resnick, dikutip dari laman Verywell Mind, Ahad (24/12/2023).

Resnick mengatakan, kondisi itu kemudian dapat menyebabkan gangguan makan. Jika seseorang sebelumnya sedang berusaha mengatasi kebiasan makan berlebihan, ucapan body shaming bisa memengaruhi upaya itu dan memperburuk hasilnya.

Gara-gara body shaming pula, korban bisa memiliki ketidakpuasan terhadap tubuhnya dan kemudian dapat menyebabkan rendahnya harga diri. Akibat ketidakpuasan terhadap kondisi alami tubuh, kualitas hidup seseorang cenderung menjadi lebih buruk. 

Dia pun lebih berisiko melukai diri sendiri atau punya keinginan bunuh diri. Ada pula risiko gangguan dismorfik tubuh, penyakit mental dengan gejala fokus obsesif pada kekurangan yang menurut pengidap bersumber dari penampilannya.

Masalah kesehatan mental lainnya yang terkait dengan body shaming meliputi depresi, kecemasan, dan tekanan psikologis. Resnick yang merupakan penulis di bidang kesehatan fisik dan kesehatan mental menganjurkan menghindari ucapan body shaming, meski sesepele apa pun.

"Di media sosial, body shaming mungkin merajalela, namun bukan berarti Anda harus ikut ambil bagian di dalamnya. Bersikaplah tegas untuk tidak menjadi orang yang suka mempermalukan tubuh diri sendiri atau orang lain," ujar Resnick.

Berhentilah membicarakan atau mencibir ukuran tubuh orang lain, meski orang yang dibicarakan sedang tidak ada. Hal yang sama juga berlaku untuk diri sendiri. Tak perlu mengeluhkan atau ingin mengubah ukuran tubuh, selama memang dalam rentang yang sehat. 

Jika melihat ada orang melakukan body shaming, baik di dunia nyata atau media sosial, jangan ragu untuk menegurnya. Sampaikan dengan santun bahwa membicarakan berat badan, bentuk tubuh, atau penampilan orang lain secara negatif adalah hal yang tidak baik.

Perempuan yang memiliki sertifikasi Certified Wellness Coach (CWC) itu menyarankan untuk bersikap lebih inklusif terhadap tubuh. Artinya, menerima dan merayakan keragaman penampilan serta berbagai ukuran tubuh, yang berbeda antara satu dan lainnya.

Alih-alih membandingkan ukuran tubuh atau berat badan, coba fokus pada kesehatan. Hargai dan hormati seseorang atas apa yang dilakukannya, bukan karena penampilannya. "Latihlah hal ini untuk mengembangkan dan memperdalam rasa hormat, kepedulian, dan kasih sayang terhadap diri sendiri dan orang lain," ujar Resnick.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement