Senin 25 Dec 2023 13:18 WIB

Hamas Puji Solidaritas Kristen Palestina tak Meriahkan Natal

Umat kristiani di Palestina merayakan Natal dengan sederhana.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Fitriyan Zamzami
Umat Kristiani membentangkan bendera Palestina di depan Gereja Kelahiran di Bethlehem, Tepi Barat, Ahad (24/12/2023).
Foto: EPA-EFE/Wisam Hashlamoun
Umat Kristiani membentangkan bendera Palestina di depan Gereja Kelahiran di Bethlehem, Tepi Barat, Ahad (24/12/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, GAZAKelompok Hamas memuji keputusan warga Kristen Palestina yang membatasi perayaan Natal tahun ini sebagai bentuk solidaritas kepada penduduk di Jalur Gaza. Israel diketahui masih menggempur wilayah tersebut dengan kampanye serangan udara.

“Hari libur umat Kristen kita datang tahun ini di tengah berlanjutnya agresi fasis yang dilancarkan oleh (pasukan) pendudukan (Israel) terhadap seluruh komponen rakyat Palestina yang menargetkan semua masjid dan gereja,” kata Hamas dalam sebuah pernyataan, Ahad (24/12/2023), dikutip laman Anadolu Agency.

Baca Juga

“Kami menghargai posisi umat Kristiani dari rakyat Palestina yang kami hormati yang membatasi perayaan mereka tahun ini dan bersatu dengan rakyat kami di Jalur Gaza, yang menjadi sasaran agresi brutal Zionis,” tambah Hamas dalam pernyataannya.

Hamas mengatakan, keputusan tersebut menegaskan bahwa rakyat Palestina, baik Muslim maupun Kristen, bersatu dalam jalur ketahanan dan sama-sama berjuang melindungi kesucian agama masing-masing.

Sebelumnya umat Kristen Palestina mengumumkan pembatalan seluruh perayaan Natal tahun ini. Langkah itu diambil sebagai bentuk solidaritas mereka dengan penduduk di Gaza. Di Betlehem, Tepi Barat, tak ada perayaan dan kemeriahan Natal. Natal biasanya dirayakan dengan meriah dan penuh sukacita di Betlehem. Sebab umat Kristiani meyakini, Yesus Kristus dilahirkan di kota tersebut.

Dilaporkan Al Arabiya, para pemimpin gereja di Betlehem telah memutuskan untuk tidak merayakan Natal dengan “kemeriahan yang tidak perlu”. Bahkan pohon-pohon Natal yang biasanya menghiasi jalanan di kota tersebut, kini tak tampak lagi. Hal itu dilakukan sebagai bentuk solidaritas mereka kepada warga di Jalur Gaza.

Pada Ahad kemarin atau sehari sebelum Natal dirayakan, Israel terus meluncurkan serangan udara ke seluruh Gaza. Sedikitnya 20.400 penduduk Gaza telah terbunuh sejak Israel memulai agresinya pada 7 Oktober 2023. Sementara korban luka melampaui 54 ribu orang.

Dalam serangannya ke Gaza, Israel berulang kali menargetkan infrastruktur sipil, termasuk gereja. Pada 19 Oktober 2023, misalnya, Israel mengebom Gereja Santo Porfiri. Gereja tersebut merupakan salah satu gereja tertua di dunia yang dibangun antara tahun 1150 dan 1160-an. Serangan udara Israel ke gereja tersebut membunuh sedikitnya 18 orang.

Serangan ke Gereja Santo Porfiri memantik reaksi keras dari dunia internasional. Hal itu karena ketika dibom Israel, gereja tersebut tengah menampung warga Gaza yang sedang berlindung. Menurut Aid to the Church in Need (ACN), di antara para korban meninggal, terdapat beberapa pemuda yang merupakan bagian dari “Proyek Penciptaan Lapangan Kerja” bagi pemuda Kristen, yang dijalankan oleh Patriarkat Latin Yerusalem.

Pengeboman Gereja Santo Porfiri dikutuk keras oleh Dewan Gereja Dunia (WCC). “Kami mengutuk serangan yang tidak masuk akal terhadap kompleks suci ini dan menyerukan kepada komunitas dunia untuk menegakkan perlindungan di Gaza terhadap tempat-tempat perlindungan, termasuk rumah sakit, sekolah, dan rumah ibadah,” ujar Sekretaris Jerry Pillay, dikutip laman Vatican News.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement