REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Tumpak Hatorangan Panggabean, mengatakan ada tiga pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Ketua KPK nonaktif Firli Bahuri.
"Pelanggaran yang dilakukan ada tiga," kata Tumpak usai Sidang Kode Etik di Gedung Pusat Pendidikan Antikorupsi KPK, Jakarta Selatan, Rabu (27/12/2023).
Tumpak mengatakan, pelanggaran kode etik yang pertama adalah mengadakan hubungan langsung dan tak langsung dengan pihak lain yang ada kaitannya dengan perkara yang ditangani KPK, dalam hal ini mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL).
Pelanggaran kedua adalah tidak melaporkan ke sesama pimpinan KPK soal pertemuannya dengan SYL di GOR Tangki Mangga Besar, meski Firli punya kewajiban untuk melaporkan soal pertemuan tersebut.
Sedangkan pelanggaran kode etik yang ketiga adalah soal harta yakni valuta asing dan bangunan serta aset yang tidak dilaporkan di LHKPN (Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara).
Dewas kemudian menyatakan, Firli telah melakukan pelanggaran kode etik berat atas ketiga pelanggaran tersebut. Serta mengatakan perbuatan tersebut tidak menunjukkan keteladanan dalam tindakan dan perilaku sebagai pimpinan KPK.
Lebih lanjut Tumpak menjelaskan perbuatan Firli juga dinyatakan telah melanggar Peraturan Dewan Pengawas Nomor 3 Tahun 2021 tentang Penegakan Kode Etik dan Kode Perilaku KPK Pasal 4 ayat (2) huruf a Pasal 4 ayat (1) huruf j dan Pasal 8 huruf e.
Atas pertimbangan tersebut Dewas KPK kemudian menjatuhkan sanksi terberat bagi insan KPK yakni diminta mengundurkan diri.
"Menjatuhkan sanksi berat kepada terperiksa berupa diminta untuk mengajukan pengunduran diri sebagai pimpinan KPK," kata Tumpak.
Pembacaan putusan Sidang Kode Etik tersebut juga dilakukan secara in absentia tanpa kehadiran Firli Bahuri.