Rabu 27 Dec 2023 19:24 WIB

Berprasangka Baik kepada Takdir Allah, Begini Penjelasannya

Takdir manusia tidak lepas dari kelembutan Allah SWT.

Rep: Fuji Eka Permana/ Red: Erdy Nasrul
Ilustrasi mengaji firman Allah.
Foto: ANTARA/Makna Zaezar
Ilustrasi mengaji firman Allah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Umat Nabi Muhammad SAW harus beriman kepada qadha dan qadar. Umat Islam harus beriman kepada qadar atau takdir baik dan buruk dari Allah SWT.

Syekh Ibnu Athaillah as-Sakandari mengingatkan dengan tegas, jangan menyangka kelembutan Allah SWT tidak ada pada qadar atau takdir baik dan buruk yang menimpa manusia.

Baca Juga

Kelembutan Allah SWT, Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang pasti ada pada qadar dari-Nya. Seorang hamba harus berusaha mencari hikmah qadar atau takdir dari-Nya. 

"Siapapun yang menyangka bahwa kelembutan Allah SWT terlepas dari qadar-Nya maka itu adalah tanda kesempitan pandangannya." (Syekh Ibnu Athaillah as-Sakandari dalam kitab Al-Hikam)

Terjemah kitab Al-Hikam oleh Ustaz Bahreisy menambah penjelasan perkataan Syekh Ibnu Athaillah. Ia menjelaskan bahwa jangan menuduh tidak baik terhadap segala apa yang telah ditakdirkan Allah untuk kamu.

Nabi Muhammad SAW bersabda, "Jika Allah menyayangi seorang hamba, maka hamba tersebut diuji dengan musibah. Jika hamba itu sabar, maka dipilih-Nya. Jika hamba itu rela (ikhlas) maka diistimewakan oleh-Nya."

Abu Hurairah berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Siapa yang dikehendaki oleh Allah mendapat kebaikan, maka diujinya dengan musibah."

Abu Hurairah dan Abu Said keduanya berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Sesuatu yang mengenai seorang mukmin berupa penderitaan atau kelelahan atau risau hati (pikiran) semua itu akan menjadi penebus dosanya." (HR Imam Bukhari dan Imam Muslim).

Ibnu Mas'ud berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Seorang Muslim yang terkena musibah, gangguan atau penyakit, dan yang lebih ringan dari itu artinya Allah sedang menggugurkan dosanya bagaikan gugurnya daun pohon."

Dangkalnya pandangan seseorang membuat seseorang tidak dapat melihat adanya nikmat rahmat kurnia dari Allah dalam takdir musibah itu. Orang yang tidak bisa melihat nikmat dan rahmat dari Allah, karena lemahnya iman dan tidak adanya prasangka baik kepada Allah SWT.

Dijelaskan Penyusun dan Penerjemah Al-Hikam, D A Pakih Sati Lc dalam buku Kitab Al-Hikam dan Penjelasannya yang diterbitkan penerbit Noktah tahun 2017. Jangan kamu menyangka bahwa takdir buruk yang menimpa kamu dan orang-orang di sekitar kamu terlepas dari kelembutan-Nya. Itu sama sekali tidak benar.

Setiap ketentuan Allah SWT terhadap hamba-Nya mengandung nilai-nilai kelembutan yang menunjukkan sifat Allah SWT Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.

Jika Allah SWT ingin menghancurkan kamu, maka Allah mampu menurunkan musibah atau siksaan yang lebih besar daripada yang kamu rasakan. Akan tetapi, Allah SWT tidak melakukannya. 

Allah SWT mengetahui bahwa kamu lemah. Allah SWT tidak akan menguji melebihi batas kemampuan kamu. Jika kamu berkeluh kesah maka itu hanyalah karena kedangkalan iman kamu dan kesempitan pandangan kamu.

Cobalah berpikir panjang. Carilah hikmah di balik musibah yang menimpa kamu. Ingatlah bahwa di balik setiap kesulitan pasti ada dua kemudahan yang menanti kamu. Bersabarlah maka kamu akan beruntung.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement