REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Presiden Cina Xi Jinping berjanji untuk mencegah siapa pun yang ingin memisahkan Taiwan dari Cina dengan cara apa pun. Pernyataan yang dikutip kantor berita Xinhua ini disampaikan beberapa pekan sebelum pemilihan umum Taiwan.
Cina menganggap Taiwan yang dikelola dengan demokratis sebagai bagian darinya. Meski terdapat penolakan keras dari pemerintah di Taipei. Beijing meningkatkan aktivitas militer dan tekanan politik untuk menegaskan klaim kedaulatannya.
Taiwan akan menggelar pemilihan presiden dan parlemen pada 13 Januari mendatang. Bagaimana pulau itu menangani hubungan dengan Cina menjadi perdebatan selama kampanye.
Dalam simposium untuk memperingati 130 tahun kelahiran mantan pemimpin Cina Mao Zedong, Xi mengatakan penyatuan kembali tanah air secara menyeluruh adalah tren yang tak tertahankan.
"Tanah air harus disatukan kembali, dan pasti akan disatukan kembali," kata Xi kepada para pejabat senior Partai Komunis seperti dikutip Xinhua, Rabu (27/12/2023).
Pada 1949, Mao Zedong mengalahkan pemerintah Republik Cina dalam perang saudara. Pemerintah Cina yang nasionalis kemudian melarikan diri ke Taiwan.
Xi mengatakan Cina harus memperdalam integrasi antara kedua belah pihak, mendorong pengembangan hubungan damai di Selat Taiwan, dan "dengan tegas mencegah siapa pun untuk memisahkan Taiwan dari Cina dengan cara apa pun."
Laporan tersebut tidak menyebutkan penggunaan kekuatan terhadap Taiwan, meskipun Cina tidak pernah menolak kemungkinan itu. Laporan Xinhua juga tidak menyebutkan tentang pemilu yang akan datang.
Cina mengatakan pemilihan umum Taiwan adalah urusan internal Cina, namun rakyat pulau tersebut menghadapi pilihan antara perang atau damai, dan setiap usaha untuk kemerdekaan Taiwan berarti perang. Selama satu setengah tahun terakhir, Cina menggelar dua latihan perang besar di sekitar Taiwan dan secara teratur mengirimkan kapal perang dan jet tempur ke Selat Taiwan.
Sudah berulang kali pemerintah Cina mengecam calon presiden Taiwan berikutnya, Lai Ching-te dari Partai Progresif Demokratik (DPP) yang berkuasa, sebagai separatis yang berbahaya dan menolak ajakannya untuk melakukan pembicaraan.
Baik DPP maupun partai oposisi utama Taiwan, Kuomintang (KMT), yang secara historis mendukung hubungan dekat dengan Cina namun menyangkal pro-Beijing, mengatakan hanya rakyat Taiwan yang dapat memutuskan masa depan mereka.