REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Menurunnya aktivitas kejahatan terorisme di penghujung tahun 2023 selayaknya menjadi kegembiraan bagi banyak orang. Penangkapan beberapa terduga teroris di beberapa tampat baru-baru ini, semakin menguatkan rasa aman dalam momentum perayaan Natal dan Tahun Baru 2024. Namun demikian, kewaspadaan terhadap kemungkinan terburuk perlu terus dihadirkan sebagai benteng pertahanan dalam menjaga negara.
"Penangkapan yang dilakukan Densus 88 Antiteror itu merupakan pengembangan dari penangkapan sebelumnya," jelas pakar terorisme Noor Huda Ismail dalam wawancaranya, Kamis (28/12/2023).
Menurut Pendiri Yayasan Prasasti Perdamaian ini, potensi serangan terorisme terhadap perayaan Natal memang sudah menurun dalam beberapa tahun terakhir. Namun, ia mengingatkan bahwa ancaman tersebut tetap ada. Ia mengimbau kepada masyarakat agar tetap waspada dan segera melaporkan segala aktivitas yang dinilai mencurigakan pada aparat atau penegak hukum setempat.
"Potensinya tetap ada, tapi sudah amat sangat menurun," kata Noor Huda.
Noor Huda berharap masyarakat dapat saling menghormati perbedaan agama dan merayakan Natal dengan penuh sukacita. Ia menegaskan bahwa perbedaan itu adalah sebuah kekayaan.
Ia mengatakan bahwa penangkapan dua terduga teroris di beberapa wilayah merupakan bukti bahwa Densus 88 Antiteror terus bekerja keras untuk mencegah serangan terorisme. Penangkapan ini sebenarnya merupakan pengembangan dari kasus sebelumnya karena diduga jaringan Jamaah Islamiyah masih aktif dalam mengumpulkan pendanaan dan persenjataan.
"Penangkapan anggota Jamaah Islamiyah yang belum lama terjadi di Sidoarjo ini menunjukkan bahwa Densus 88 Antiteror terus memantau perkembangan jaringan terorisme di Indonesia," kata Noor Huda.
Noor Huda juga mengatakan bahwa penangkapan dua terduga teroris tersebut menunjukkan bahwa potensi ancaman fisik terorisme menjelang Natal dan Tahun Baru 2024 semakin menurun.
Selain potensi ancaman terorisme, Noor Huda juga menyoroti narasi kelompok Islam konservatif yang mengharamkan umat Islam merayakan Natal. Narasi intoleran sejenis sebenarnya seringkali ditemukan di penghujung tahun.
"Narasi ini dapat mengancam toleransi di Indonesia. Pernyataan yang melarang memberikan selebrasi antar umat beragama justru berseberangan dengan semangat Bhinneka Tunggal Ika," kata Peraih gelar PhD dari Monash University ini.
Noor Huda mengatakan bahwa narasi semacam ini tidak memiliki dasar hukum yang kuat. Padahal, Pancasila yang merupakan dasar negara Indonesia, menjamin kebebasan beragama bagi setiap warga negaranya.
Noor Huda berharap masyarakat dapat saling menghormati perbedaan agama dan merayakan Natal dengan penuh sukacita. Dengan banyaknya agama dan kepercayaan yang bisa tumbuh berdampingan di atas Bumi Pertiwi, sejatinya menunjukkan keseriusan negara dalam melindungi rakyatnya. "Perbedaan itu adalah sebuah kekayaan," kata Noor Huda.
Ia berharap masyarakat tetap semangat dan berpikir positif dalam melewati perayaan Natal dan Tahun Baru 2024. Ia menggarisbawahi tentang kemajemukan masyarakat Indonesia yang seharusnya menjadi kekuatan alami bangsa ini.
"Saya kira perbedaan itu adalah kekayaan kita sebagai sebuah bangsa. Kita perlu menghargai kekayaan yang dimiliki ini dengan menjadikan perbedaan itu bukan menjadi ancaman, namun justru sebagai source of power atau sumber kekuatan. Berbeda itu wajar, tapi kita harus ingat bahwa untuk menjadi bangsa yang kokoh, kita harus tetap bersama-sama walau tak sama,” ujar Noor Huda.