Kamis 28 Dec 2023 17:25 WIB

Cegah Krisis Pangan, Guru Besar IPB Dorong Ketahanan Pangan Berkelanjutan

Persoalannya, sebagian besar pangan utama RI saat ini masih diimpor dari luar negeri.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Fuji Pratiwi
Petani merontokkan padi di lahan persawahan di Soreang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Senin (6/11/2023) (ilustrasi).
Foto: ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA
Petani merontokkan padi di lahan persawahan di Soreang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Senin (6/11/2023) (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB University Prof Yusman Syaukat mendorong pemerintah dan pemangku kepentingan terkait mewujudkan ketahanan pangan berkelanjutan. Hal ini penting untuk mencegah krisis pangan masa depan dan mendukung sistem pangan yang stabil.

"Diperlukan upaya mencapai ketahaan pangan jangka panjang. Ini ada komponen-komponennya yang harus dipenuhi agar menghasilkan ketahanan pangan yang tidak hanya untuk generasi saat ini tetapi juga generasi mendatang," ujar Yusman dalam diskusi 'Refleksi Dinamika Perjalanan Bangsa Tahun 2023 dan Proyeksi 2024' yang digelar secara hybrid, Kamis (28/12/2023).

Baca Juga

Yusman menyebut beberapa komponen dalam membangun ketahahan tersebut mulai dari penilaian keamanan pangan, manajemen ketidakamanan pangan, dan meningkatkan ketahanan pangan. Sebab, kinerja ketahanan pangan Indonesia saat ini masih perlu terus ditingkatkan.

Berdasarkan Global Hunger Index, Indonesia di peringkat 77 dari 125 negara dengan skor 17,6 yang berada di level moderate. Sedangkan menurut Global Food Security Index 2022, Indonesia berada di rangking 63 dari 113 negara. Di kawasan Asia-Pasifik, negara ini menempati peringkat 10 dari 23 negara dengan skor 81,4.

Sementara berdasarkan peta Ketahanan dan kerentanan pangan menggambarkan jika 440 kabupaten/kota atau 85,6 persen dalam kondisi tahan pangan dan 74 kabupaten/kota dalam kondisi rentan pangan.

Ia melanjutkan, permasalahan yang terjadi dalam mewujudkan ketahanan pangan saat ini adalah sebagian besar pangan utama saat ini juga masih diimpor dari luar negeri, termasuk: kedelai, bawang putih, daging sapi, beras, jagung, gula. "Hal dapat menimbulkan berbagai implikasi negatif bagi negara dan masyarakat yakni food trap dan food import yang menimbulkan pengangguran," ujarnya.

Karena itu, kebijakan peningkatan kemandirian pangan harus dilaksanakan secara konsisten dan upaya peningkatan kemandirian pangan sangatlah penting bagi Indonesia dengan jumlah penduduk yang besar.

Pemerintah telah merancang berbagai kebijakan dan strategi untuk menjaga kelancaran pasokan pangan, dan meningkatkan produksi domestik 2024 untuk menciptakan fondasi kuat dan ketahanan pangan yang berkelanjutan dan menyeluruh. Fokusnya di antaranya: penyaluran sarana prasarana produksi, optimalisasi lahan pertanian, pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT), penanganan dampak perubahan iklim (DPI). 

Sementara, anggaran Ketahanan Pangan 2024 sebesar Rp 114,3 triliun diarahkan untuk peningkatan ketersediaan, akses, dan stabilisasi harga pangan. "Untuk mendukung program ketahanan pangan, diperlukan kebijakan terintegrasi antara aspek produksi pangan dan kebijakan perdagangan (impor) pangan, dan mampu mendorong peningkatan produksi pangan di dalam negeri dan sekaligus dapat mensubstitusi produk pangan yang selama ini masih diimpor," kata Yusman menjelaskan.

Sedangkan, untuk peningkatan produksi pangan domestik perlu didukung dengan affirmative policies and actions dalam pengembangan petani dan pengusaha kecil nasional. Termasuk dalam hal pengadaan input, permodalan, produksi, pengembangan SDM, distribusi dan pemasaran, serta pengolahan produk.

"Diperlukan kebijakan-kebijakan pertanian yang progresif dan terintegrasi dalam mendukung peningkatan produksi pangan di dalam negeri," ujarnya.

Tak hanya itu, Yusman juga mendorong implementasi prinsip-prinsip Islam dalam program ketahanan pangan. Menurutnya, Islam memberikan solusi teknik, sosial-ekonomi, politik dan spiritual untuk setiap tantangan dalam masyarakat, dan Alquran dan Al Hadits akan tetap relevan dengan kondisi dan tantangan umat manusia sepanjang zaman.

"Kita perlu mengembangkan dan menyempurnakan konsep Sustainable Food System atau lainnya dengan memasukkan aspek Maqashid Syariah, dengan menambahkan normative knowledge dari Alquran dan hadits, seperti aspek halalan-thoyyiban, larangan menimbun pangan, larangan menyia-nyiakan makanan, dan lainnya," ujarnya.

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement