REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu membatalkan sidang kabinet perang untuk membahas rencana soal langkah yang akan diambil Israel sehari setelah genosida di Jalur Gaza.
Pertemuan kabinet itu sendiri sebelumnya dijadwalkan akan berlangsung pada Kamis (28/12/2023) malam, namun akhirnya batal setelah ada tekanan dari mitra-mitra dalam pemerintah koalisi.
Stasiun penyiaran resmi Otoritas Penyiaran Israel serta saluran televisi Israel berbahasa Ibrani, Channel 12, melaporkan Netanyahu pada menit-menit terakhir memutuskan tidak membahas apa yang akan terjadi pada hari setelah perang di Gaza berakhir.
Pembahasan yang dimaksud itu mengacu pada rencana yang kemungkinan akan dibuat oleh pemerintah Israel menyangkut Jalur Gaza pascaperang. Perang di wilayah itu kini telah berlangsung lebih dari 2,5 bulan. Laporan itu menyebutkan mitra-mitra dari pemerintah koalisi memberikan tekanan signifikan terhadap Netanyahu untuk membatalkan pembahasan tersebut.
Sebelumnya pada Kamis, media Israel melaporkan kabinet perang bermaksud membahas hari setelah perang di Gaza meskipun ada tentangan dari dua menteri kubu sayap kanan.
Partai Zionis Religius sayap kanan yang dipimpin oleh Menteri Keuangan Bezalel Smotrich dan partai ultranasionalis Kekuatan Yahudi yang dipimpin oleh Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben-Gvir mengumumkan menolak pembahasan masalah itu.
Penolakan itu didasarkan atas alasan dewan kurang memiliki wewenang, menurut surat kabar Yedioth Ahronoth. Kedua menteri, yang tidak termasuk anggota kabinet perang, beberapa kali mengancam akan mundur dari pemerintahan dan membubarkannya jika perang di Gaza dihentikan sebelum kelompok Palestina Hamas dilenyapkan dan sandera-sandera Israel yang ditahan di Gaza dibebaskan.