REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyiapkan regulasi turunan Undang-Undang Nomor 4 tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) perdagangan karbon sebagai salah satu program prioritas di 2024.
"Tindak lanjut UU P2SK melalui penyusunan regulasi turunan termasuk implementasi perdagangan karbon dan penguatan landasan hukum terkait produk derivatif," kata Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK Inarno Djajadi di Jakarta, Jumat (29/12/2023).
Inarno mengatakan dalam rangka menjaga momentum pertumbuhan dan pengembangan pasar modal, OJK telah menyiapkan beberapa program prioritas pada 2024.
Selain penyusunan regulasi turunan UU P2SK itu, program prioritas 2024 juga termasuk peningkatan cakupan perlindungan Dana Perlindungan Pemodal (DPP) Reksa Dana dan Layanan Urun Dana (SCF) serta Revisi Peraturan OJK tentang Securities Crowdfunding (SCF).
OJK juga menjadikan penyusunan ketentuan terkait pemberian insentif pada Penawaran Efek Bersifat Utang dan/atau Sukuk Berlandaskan Keberlanjutan, sebagai program prioritas di 2024.
Kemudian, OJK akan meningkatkan kualitas pengelolaan investasi melalui pengaturan ranking atau rating reksa dana, serta merevisi Peraturan OJK terkait Transaksi Marjin dan Liquidity Provider untuk meningkatkan likuiditas transaksi.
"Berbagai program prioritas ini tentunya tidak dapat dicapai tanpa dukungan seluruh pemangku kepentingan di pasar modal Indonesia," katanya.
Oleh karena itu, OJK mengimbau kepada seluruh pemangku kepentingan di pasar modal agar dapat terus menjaga sinergi yang baik guna mewujudkan pasar modal yang mampu mendorong perekonomian nasional untuk Indonesia Maju dan pembangunan berkelanjutan.
Sebagai upaya dalam melakukan pengembangan dan pendalaman pasar modal sekaligus untuk meningkatkan perlindungan investor, di sepanjang tahun 2023 OJK juga mengeluarkan beberapa kebijakan strategis.
Kebijakan strategis tersebut antara lain meliputi peluncuran Roadmap Pasar Modal Indonesia 2023-2027 sebagai acuan dalam pengembangan industri pasar modal; dan peluncuran Bursa Karbon sebagai bentuk komitmen OJK dalam mendukung pemerintah untuk mencapai target Nationally Determined Contribution (NDC) sebagaimana termuat dalam Paris Agreement.
Sejak pertama kali diluncurkan pada 26 September 2023 hingga 28 Desember 2023, tercatat ada 46 pengguna jasa dalam ekosistem perdagangan karbon yang mendapatkan izin dengan total volume sebesar 494.254 tCO2e (ton setara CO2) dengan frekuensi sebanyak 46 kali, dan akumulasi nilai sebesar Rp30,91 miliar.
Selain itu, OJK menjalankan peran dan amanat sebagai Ketua Asean Capital Market Forum (ACMF). Beberapa inisiatif utama yang telah dicapai saat kepemimpinan OJK dalam ACMF antara lain berupa penerbitan ASEAN Transition Finance Guidance yang merupakan pedoman umum bagaimana suatu rencana transisi ke ekonomi rendah karbon bisa dikatakan kredibel, transparan, dan inklusif.
Keketuaan OJK dalam ACMF juga menyelesaikan proses revisi ASEAN Corporate Governance Scorecard, yang merujuk pada revisi OECD Principles on Corporate Governance dimana sustainability menjadi pilar utama yang baru.
Scorecard itu akan digunakan dalam penilaian untuk menentukan Top Publicly Listed Companies (PLCs) di ASEAN yang akan dimulai dengan penilaian di 2024 untuk tahun laporan 2023.
Inisiatif selanjutnya adalah ACMF-IFRS Foundation Dialogue on IFRS Sustainability Disclosure Standards. ACMF terus mendorong peningkatan kualitas pelaporan keberlanjutan (sustainability disclosure) dengan menjalin kolaborasi dengan ISSB sebagai pembuat standar global untuk sustainability disclosure.
Kemudian, peluncuran Handbook untuk ASEAN Green Lane guna memfasilitasi penawaran lintas batas reksa dana berbasis keberlanjutan; dan penandatanganan nota kesepahaman OJK dan Financial Services Regulatory Authority of Abu Dhabi Global Market untuk memperkuat kerja sama timbal balik dan pertukaran informasi khususnya untuk pengembangan pasar karbon.
Komentar
Gunakan Google Gunakan Facebook