REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kolombia telah menyetujui peraturan yang mendorong masyarakat lokal dan kelompok masyarakat adat untuk memproduksi energi melalui sumber-sumber terbarukan dan menjualnya ke jaringan listrik nasional. Sejauh ini, hanya 1 persen dari energi negara ini yang berasal dari sumber-sumber alternatif.
Para pemimpin masyarakat, termasuk masyarakat Afro-Kolombia, sekarang dapat menjalin kemitraan dengan perusahaan publik dan swasta. Mereka dapat bekerja sama untuk menghasilkan listrik dari ladang angin, proyek pembangkit listrik tenaga air kecil, dan bahan bakar nabati.
Presiden sayap kiri Kolombia, Gustavo Petro, mengatakan bahwa ia ingin mendiversifikasi matriks energi negara tersebut. Awal bulan ini, pemerintah membuka penawaran untuk ladang angin lepas pantai pertamanya.
Dilansir dari BBC, Sabtu (30/12/2023), lebih dari 70 persen tenaga listrik di negara ini saat ini dihasilkan oleh bendungan-bendungan pembangkit listrik tenaga air yang besar, yang memiliki dampak yang signifikan terhadap masyarakat dan lingkungan.
Selain itu, lebih dari 50 proyek pembangkit listrik tenaga angin dan surya telah diumumkan di Kolombia sejak tahun 2019, dengan rencana pembangkitan sekitar 2,43 gigawatt untuk energi angin dan 0,1 gigawatt untuk energi surya. Namun demikian hingga kini belum ada yang beroperasi.
Beberapa perusahaan - termasuk Enel dari Italia - telah menunda proyek-proyek tersebut tanpa batas waktu, menyalahkan protes lokal yang menghambat investasi senilai miliaran dolar AS, demikian menurut laporan Reuters.