Senin 01 Jan 2024 09:57 WIB

Xi Jinping: Reunifikasi Cina tak Terelakkan

Cina menganggap isu Taiwan sebagai teritorial sakral.

Rep: Lintar Satria/ Red: Ani Nursalikah
Presiden Cina Xi Jinping.
Foto: AP Photo/Jeff Chiu
Presiden Cina Xi Jinping.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Presiden Cina Xi Jinping mengatakan reunifikasi Cina dengan Taiwan tak terelakan. Dalam pidato tahun barunya ia menggunakan nada yang lebih keras dibandingkan tahun lalu yang disampaikan dua pekan sebelum pemilihan umum Taiwan.

Pemilihan presiden dan parlemen Taiwan yang digelar 13 Januari mendatang digelar saat hubungan Beijing dan Taipei berada di titik terendah. Cina meningkatkan tekanan militer dan diplomatik ke pulau yang Beijing klaim bagian dari Cina.

Baca Juga

Cina menganggap isu Taiwan sebagai teritorial sakral dan tidak pernah mengesampingkan penggunaan kekuatan untuk menegaskan kedaulatan Beijing. Tapi Xi tidak pernah menyampaikan ancaman militer dalam pidato yang disiarkan televisi.

"Reunifikasi tanah air secara historis tidak terhindarkan, Cina pastinya akan reunifikasi. Kompatriot di kedua sisi Selat Taiwan harus diikat oleh tujuan yang sama dan berbagi dalam kemuliaan peremajaan bangsa Cina," kata Cina dalam translasi bahasa Inggris yang dirilis kantor berita Xinhua, Ahad (31/12/2023).

Terjemahan resmi dalam bahasa Inggris menulis "semua orang Cina" dan bukan "kompatriot". Tahun lalu, Xi hanya mengatakan orang-orang di kedua sisi selat adalah anggota dari satu keluarga yang sama dan ia berharap orang-orang di kedua sisi akan bekerja sama untuk bersama-sama membina kemakmuran abadi bangsa Cina.

Cina menggambarkan untuk Wakil Presiden saat ini Lai Ching-te, kandidat presiden dari Partai Demokratik Taiwan (DPP) yang berkuasa dan memimpin dalam jajak pendapat sebagai separatis yang berbahaya.

Menanggapi komentar Lai dalam debat presiden pada Jumat (29/12/2023) yang disiarkan langsung di televisi, Kantor Urusan Taiwan Cina mengatakan  Lai mengungkapkan wajah aslinya sebagai pekerja keras untuk kemerdekaan Taiwan dan perusak perdamaian di Selat Taiwan.

"Kata-katanya penuh dengan pemikiran konfrontatif," kata juru bicara Chen Binhua dalam pernyataannya.

Chen mengatakan sejak tahun 2016, ketika Presiden Tsai Ing-wen menjabat, pemerintah yang dipimpin DPP mempromosikan separatisme dan merupakan dalang kriminal dalam menghalangi pertukaran lintas selat dan merusak kepentingan rakyat Taiwan.

"Sebagai tokoh utama otoritas DPP dan ketua DPP saat ini, Lai Ching-te tidak dapat melepaskan diri dari tanggung jawabnya atas hal ini," tambahnya.

Tsai dan Lai berulang kali menawarkan pembicaraan dengan Cina, namun ditolak. DPP mengatakan hanya rakyat Taiwan yang dapat menentukan masa depan mereka. Hal senada juga diungkapkan lawan utama Lai dalam pemilu, Hou Yu-ih dari partai oposisi terbesar di Taiwan, Kuomintang (KMT).

Secara historis KMT mendukung hubungan yang dekat dengan Cina namun dengan tegas menyangkal mereka pro-Beijing. Hou juga mengecam Lai sebagai pendukung kemerdekaan.

Pemerintah Republik Cina yang kalah dalam perang sipil dengan Partai Komunis yang dipimpin Mao Zedong melarikan diri ke Taiwan pada tahun 1949. Republik Cina tetap menjadi nama resmi Taiwan. Sementara Mao Zedong mendirikan Republik Rakyat Cina.

Pada Sabtu (30/12/2023) Lai mengatakan Republik Cina dan Republik Rakyat Cina tidak saling tunduk satu sama lain. Pernyataan yang kerap Lai dan Tsai gunakan ini  juga membuat gusar Beijing.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement