REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) mendorong pendampingan psikologis dan pemenuhan hak restitusi kepada 15 korban kekerasan seksual yang dilakukan oknum guru ngaji di Purwakarta. Apalagi para korban masih berusia anak.
Deputi Perlindungan Khusus Anak KPPPA, Nahar menyampaikan pihaknya terus berkoordinasi dengan aparat penegak hukum dan pemerintah daerah setempat untuk mengawal proses hukum dan pendampingan korban yang terdampak.
"Kami mendorong Dinas setempat terus mengupayakan pendampingan psikologis pada seluruh korban dan keluarganya agar dapat pulih dari trauma akibat kekerasan seksual yang dialami. Selain itu, kami juga mendorong pihak Dinas dan kepolisian untuk menguatkan para orang tua atau wali korban untuk mengajukan permohonan restitusi ke LPSK," kata Nahar dalam keterangan yang dikutip pada Senin (1/1/2024).
Nahar menyampaikan dari hasil pertemuan dengan Forkopimda diketahui bahwa tindak kekerasan seksual telah dilakukan sejak 2018. Modusnya adalah memanggil para korban untuk melakukan pijat dengan iming-iming menjanjikan kepada para korban akan mendapat ilmu spiritual. "Apabila para korban menolak, tersangka berdalih para korban akan celaka," ujar Nahar.
Saat ini korban berjumlah 15 orang. Adapun empat orang korban di antaranya diduga mengalami tindak persetubuhan dan telah dilakukan visum et repertum dan 11 orang lainnya diduga mengalami tindak pencabulan oleh tersangka. "Meski begitu ada dugaan jumlah korban lebih dari itu dan dapat bertambah," ujar Nahar.
Nahar mendorong pemerintah Dinas Sosial P3A Kabupaten Purwakarta dan P2TP2A Kabupaten Purwakarta agar mengedukasi para murid-murid tersangka dan masyarakat setempat agar tidak takut melapor.
Dengan berani melapor kepada pendamping maupun pihak kepolisian, korban nantinya dapat mengakses pemulihan psikologis, memperoleh keadilan di ranah hukum dan dibantu mengupayakan haknya atas restitusi.
"Jangan sampai anak korban kekerasan putus sekolah karena mendapatkan labelling dan diskriminasi dari pihak sekolah maupun masyarakat," ujar Nahar.
Baca juga: Alquran Abadikan Tingkah Laku Yahudi yang Bodoh tapi Berlagak Pintar
Untuk proses hukum saat ini sudah di tahap penyidikan dan berkas telah diserahkan ke Kejaksaan. Pihak Kepolisian kini menunggu penetapan status berkas oleh Jaksa.
Atas perbuatannya tersangka dapat dijerat pasal 81 juncto pasal 76D, dan/atau pasal 82 juncto 76E UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Lebih lanjut, mengingat tersangka merupakan tenaga pendidik maka dapat dikenakan sepertiga pidana tambahan.