REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Israel berencana mendatangkan sekitar 70 ribu pekerja asing dari Tiongkok, India, dan negara lain untuk meningkatkan sektor konstruksinya. Sektor ini sebagian besar telah dibekukan sejak perang yang terjadi pada 7 Oktober 2023.
Direktur Jenderal Kementerian Konstruksi dan Perumahan, Yehuda Morgenstern, mengatakan, rencana untuk meningkatkan kuota pekerja konstruksi asing menjadi 70 ribu dari 50 ribu akan disetujui oleh pemerintah dalam beberapa hari mendatang.
Sebelumnya, kuota pada November 2023 ditingkatkan menjadi 50 ribu dari 30 ribu untuk membantu sektor perumahan, yang mengalami kekurangan tenaga kerja sejak sekitar 80 ribu pekerja konstruksi Palestina dilarang memasuki Israel setelah perang yang terjadi pada 7 Oktober 2023.
"Ada kekurangan di sektor tenaga kerja. Itu sebabnya kecepatan konstruksi per bangunan di Israel meningkat menjadi 34 bulan dari 30 bulan pada tahun 2021 dan 27 bulan pada tahun 2014," kata Morgenstern, dilansir Eastern Eye, mengutip laporan Reuters, Selasa (2/1/2024).
Sekitar 20 ribu pekerja asing, kata Morgenstern, akan didatangkan tanpa perjanjian bilateral dengan negara asal. Secara keseluruhan, pekerja akan datang dari Tiongkok, India, Sri Lanka dan Moldova, dan sekitar 10 ribu diperkirakan akan tiba pada kuartal pertama.
Morgenstern menambahkan bahwa bahkan jika 80 ribu pekerja Palestina yang sekarang absen kembali, akan bermanfaat bagi sektor perumahan jika ada tambahan pekerja asing karena waktu untuk membangun rumah terus meningkat.
Kementerian tersebut juga telah merekomendasikan penerimaan sekitar 10 ribu warga Palestina untuk proyek infrastruktur di luar kota-kota Israel dan berkoordinasi dengan walikota.
Pakar mengatakan operasi militer Israel ke Gaza merupakan salah satu serangan paling mematikan dalam sejarah modern. Sejauh ini serangan Israel sudah menewaskan sekitar 21.500 orang dan melukai 55 ribu lainnya. Serangan yang digelar sejak 7 Oktober itu juga mengakibatkan lebih dari 1.000 anak diamputasi.
Militer Israel mengklaim mereka hanya mengincar pejuang Hamas yang menggelar serangan mendadak 7 Oktober lalu. Israel mengklaim Hamas membunuh 1.200 orang dan menculik sekitar 240 orang lainnya dalam serangan tersebut.
Hamas mengatakan, serangan mendadak mereka merupakan respon blokade ke Gaza dan perluasan pemukiman warga Israel di Tepi Barat dan Yerusalem Barat yang dianggap ilegal oleh hukum internasional. Dua langkah Israel yang menghambat pendirian negara Palestina di masa depan.
"Tingkat kehancuran sangat tinggi karena Hamas sangat mengakar dengan populasi sipil," kata kepala think tank Israel, Jerusalem Institute for Strategy and Security, Efraim Inbar.