REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom Universitas Indonesia (UI) Fithra Faisal Hastiadi menyoroti, ekonomi Indonesia untuk tahun 2023 masih bisa tumbuh 5 persen dengan lower bound 4,9 persen. Salah satu faktor yang menunjang dari sisi konsumsi.
"Untuk 2024, kemungkinan besar bisa tumbuh setidaknya 5,05 persen," ujarnya dalam keterangan, Senin (1/1/2024).
Pertumbuhan tersebut sedikit lebih lambat daripada 2023 dan di bawah target pemerintah 5,2 Persen. Namun, menurut perhitungannya, perhitungan untuk lolos dari middle income trap setidaknya sampai pada 2038 butuh pertumbuhan ekonomi sebesar 6 persen.
"Untuk sampai 6 persen, butuh ekspor year on year (yoy) 9,8 persen, icore yakni produk inovasi dalam pengelolaan pembangkit berbasis digital 4.0 sebesar 5,12 persen," ungkapnya.
Adapun kontribusi sekfor manufaktur terhadap GDP sekitar 25-26 persen juga mengembalikan arah deindustrialisasi yang dialami saat ini yang kontribusinya sekitar 19 persen.
"Bila kembali ke tiga target dari masing-masing kandidat itu apa risikonya? Kita pakai target moderat 5,5-6,5 persen, ini target yang bagus, within the range. Kalau dilihat dari perhitungannya, oke, masuk. Risiko terhadap overheating perekonomian, kalau misal dipacu terlalu tinggi, ibarat kita di tol Cipali, kita ingin menuju tujuan dengan cepat berarti kita harus menggas," jelasnya.
"Tapi misalnya dengan cara yang aman antara 5,5-6,5 persen, kita bisa sampai tapi tidak cepat," sambungnya.
Kolaborasi yang kokoh dan terstruktur lintas sektor dan elemen masyarakat juga akan memberi dampak penting dalam merawat Indonesia. Tidak hanya merawat, juga harus siap meruwat Indonesia. Ruwat merupakan upaya membersihkan diri dari beban masa silam dan menyiapkan langkah untuk masa depan untuk merehabilitasi hidup.
Harapannya kolaborasi yang kita bangun perlu mengupayakan keselarasan yang harmoni antara jiwa, kehendak, dan tindakan dalam mencicil tujuan mewujudkan Indonesia yang sejahtera.