REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Psikolog klinis dewasa dari Ikatan Psikolog Klinis wilayah Banten, Mega Tala Harimukthi, mengatakan cara sederhana mengenali orang yang putus asa dan ingin mengakhiri hidupnya bisa dengan mengamati perilakunya yang berubah secara drastis. Orang yang ingin mengakhiri hidup cenderung mengisolasi diri dan sulit diajak mengobrol.
"Lihat perilakunya ada yang berubah enggak secara drastis. Misal jadi sering isolasi diri, enggak mau ketemu siapa-siapa, enggak mau makan minum merawat diri, sudah muncul kondisi depresi berat sampai seringnya susah diajak ngobrol," ujar dia saat dihubungi, Rabu (3/1/2024).
Di sisi lain, ada juga orang yang putus asa dengan menuliskan di media sosialnya untuk mencurahkan isi hati. Menurut Mega, pada mereka ini, orang-orang yang peduli bisa mendekati dengan bertanya kondisi, kabar dan menawarkan bantuan.
Namun, apabila orang yang putus asa lebih tertutup, maka ini cenderung susah untuk dideteksi sehingga orang-orang dekat yang ingin membantu perlu rajin memantau kondisinya dan menawarkan bantuan.
Menurut Mega, biasanya pada seseorang yang ingin mengakhiri hidup diawali perasaan tidak mempunyai harapan hidup pada diri sendiri, apalagi lingkungan, juga mengalami kondisi depresi berat karena tidak bisa menemukan jalan keluar dari masalahnya.
"Biasanya diawali munculnya pikiran untuk bunuh diri atau suicidal ideation. Ini biasanya memang sulit terdeteksi karena yang tahu ya pelakunya saja. Kecuali yang bersangkutan termasuk orang yang terbuka mau cerita tentang isi pikirannya," kata dia.
Pada kebanyakan kasus, orang yang memiliki ide bunuh diri memiliki karakternya lebih tertutup, terbiasa menyimpan sendiri dan merasa tidak ada yang paham dunia dengan masalahnya.
"Setelah suicidal ideation, baru biasanya suicidal attempt alias percobaan bunuh diri," ujar Mega.
Bagi mereka yang ingin menolong, Mega menyarankan untuk menawarkan bantuan sesuai kemampuan diri, tidak memaksa yang akhirnya membuat orang yang akan dibantu tak nyaman.
Lebih dari itu, jadilah pendengar yang baik karena terkadang orang dalam kondisi depresi berat dan putus asa tidak membutuhkan nasehat, tetapi didengar tanpa dihakimi.
"Lebih banyak mendengarkan daripada bertanya supaya pelan-pelan yang bersangkutan mau terbuka juga dan jadi ketahuan masalahnya," tutur Mega.
Kemudian, apabila merasa tidak kompeten, maka sebaiknya tawarkan bantuan dengan mengajaknya ke tenaga profesional semisal psikolog atau psikiater.