Rabu 03 Jan 2024 13:38 WIB

MAKI: Harusnya Firli Bahuri Dipecat Tidak Hormat

Koordinator MAKI mempersoalkan keputusan Presiden Jokowi terkait Firli Bahuri.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Bilal Ramadhan
Ketua KPK Non Aktif Firli Bahuri. Koordinator MAKI mempersoalkan keputusan Presiden Jokowi terkait Firli Bahuri.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Ketua KPK Non Aktif Firli Bahuri. Koordinator MAKI mempersoalkan keputusan Presiden Jokowi terkait Firli Bahuri.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, masih mempersoalkan pemberhentian Firli Bahuri dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Boyamin memandang Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 129/P Tahun 2023 tentang Pemberhentian Firli Bahuri tidak tepat.

Boyamin meyakini Firli Bahuri harusnya dipecat secara tidak hormat (PTDH). Ini didasarkan pelanggaran berat yang dilakukan Firli. "Pelanggaran beratnya dan sank­si terberat itu harusnya Pak Firli diberi pemberhentian tidak dengan hormat," kata Boyamin saat dikonfirmasi pada Rabu (3/1/2024).

Baca Juga

Boyamin menilai sangat diperlukan Keppres secara tegas berbunyi memberhentikan deng­an tidak hormat Firli Bahuri. Boyamin optimistis hal itu setidaknya dapat mendongkrak kepercayaan publik terhadap KPK.

"Kalau ini diberhentikan dengan tidak hormat, maka kepercayaan kepada KPK dan kepada pemberantasan korupsi, grafiknya akan naik meskipun belum bisa pulih," ujar Boyamim.

Boyamin menjelaskan dasar hukuman PTDH terhadap Firli Bahuri lantaran adanya keputusan Dewas KPK. PTDH diharapkan membuat Firli Bahuri dilabel blacklist supaya tak mengisi jabatan publik seumur hidup.

"Karena pimpinan KPK yang mengundurkan diri aja kena blacklist lima tahun berdasarkan Undang-Undang KPK baru No­mor 19 Tahun 2019. Jadi, tidak bisa lagi nyalon DPRD, DPR atau gubernur lah. Pokoknya jabatan publik," ujar Boyamin.

Boyamin menegaskan hukuman PTDH terhadap Firli penting sebagai efek jera. Tujuannya supaya insan KPK tak lagi coba menyalahi tugasnya di kemudian hari.

“Karena kalau Anda tidak menjaga amanah atau bahkan tanda kutip berkhianat terhadap sumpah Anda sendiri untuk memberantas korupsi, tapi di­duga melakukan korupsi, maka hukumannya berat. Selain kena etik juga kena pidana," ujar Boyamin.

Selain itu, Boyamin mewanti-wanti kalau Keppres tersebut hanya memberhentikan Firli saja, maka dirinya berencana mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Dalam petitum gugatannya ke PTUN tersebut, Boyamin bakal meminta Presiden memberhentikan tidak dengan hormat Firli Bahuri.

"MAKI akan mengajukan PTUN apabila Presiden tidak memberhentikan Firli Bahuri secara tidak hormat," ujar Boyamin.

Sebelumnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menandatangani Keppres pemberhentian Firli Bahuri dari jabatannya sebagai Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Kamis (28/12/2023).

Tiga pertimbangan utama dalam penerbitan Keppres tersebut yakni surat pengunduran diri Firli Bahuri pada 22 Desember 2023, Putusan Dewas KPK Nomor: 03/DEWAN PENGAWAS/ ETIK/12/2023 tanggal 27 Desember 2023, Pasal 32 UU No 30 Tahun 2002 tentang KPK.

Sebelumnya, Ketua Dewan Pengawas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean mengatakan Firli Bahuri menjadi ketua KPK pertama yang dijatuhi sanksi diminta untuk mengundurkan diri.

Ada tiga pelanggaran kode etik yang dilakukan Firli. Pertama adalah mengadakan hubungan langsung dan tak langsung dengan pihak lain yang ada kaitannya dengan perkara yang ditangani KPK, dalam hal ini mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL).

Pelanggaran kedua adalah tidak melaporkan ke sesama pimpinan KPK soal pertemuannya dengan SYL di GOR Tangki Mangga Besar, meski Firli punya kewajiban untuk melaporkan soal pertemuan tersebut.

Sedangkan pelanggaran kode etik yang ketiga adalah soal harta yakni valuta asing dan bangunan serta aset yang tidak dilaporkan di LHKPN (Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement