REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Eks wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej mengajukan praperadilan lagi ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel). Pria yang akrab disapa Eddy itu masih keberatan dengan penetapan status tersangka kepadanya.
Pejabat Humas PN Jaksel, Djuyamto membenarkan pengajukan permohonan praperadilan itu. Adapun Eddy dijerat kasus penerimaan suap dan gratifikasi di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Telah diajukan kembali permohonan praperadilan oleh pemohon mantan Wamenkumham Prof Dr Omar Hiariej," kata Djuyamto kepada wartawan, Kamis (4/1/2024).
Djuyamto menjelaskan permohonan praperadilan diajukan lagi kubu Eddy pada 3 Januari 2024. PN Jaksel mengagendakan sidang praperadilan itu dihelat pada pekan depan.
"Ditetapkan hari sidang pertama yaitu pada 11 Januari 2024," ujar Djuyamto.
Estiono ditunjuk oleh Ketua PN Jaksel guna mengadili praperadilan tersebut. Estiono akan bertindak sebagai hakim tunggal dalam praperadilan itu.
Sebelumnya, Eddy sudah mengajukan praperadilan di PN Jaksel pada awal Desember 2023. Tapi Eddy mengajukan pencabutan permohonan praperadilan dalam persidangan di PN Jaksel pada 20 Desember 2023.
Dalam kasus ini, KPK menetapkan empat tersangka. Mereka adalah Dirut PT CLM Helmut Hermawan, eks Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej, dan orang "dekat" Eddy yaitu Yosi Andika Mulyadi, dan Yogi Arie Rukmana.
Kasus ini terungkap seusai Helmut Hermawan melaporkan adanya dugaan pemerasan. KPK menduga Eddy menerima suap Rp 7 miliar melalui dua asistennya, Yosi Andika Mulyadi dan Yogi Arie Rukmana. Helmut mengirimkan uang lewat rekening PT CLM ke rekening Yogi Arie Rukmana pada April-Mei 2022. Satu bulan kemudian, Helmut kembali mentransfer setara Rp 3 miliar kepada Yogi.