Kamis 04 Jan 2024 14:15 WIB

Amal untuk Mendekat pada Allah dan Mencapai Kebahagiaan

Mendekat pada Allah dan mencapai kebahagiaan adalah tujuan spiritual.

Rep: Muhyiddin/ Red: Muhammad Hafil
Mengingat Allah (ilustrasi).
Foto: Dok Republika
Mengingat Allah (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Mendekat pada Allah dan mencapai kebahagiaan adalah tujuan spiritual yang sangat mulia. Seluruh umat Islam pasti ingin menemukan kebahagiaan, baik di dunia maupun di akhirat. Hal ini bisa dicapai dengan mengenal tuhannya dan mendekat kepada-Nya.  

Ulama besar dalam mazhab Syafi’iyah, Syekh Izzuddin bin Abdissalam mengatakan, kebahagiaan manusia dicapai ketika ia mengenal Tuhan, kemudian menaati-Nya dengan mengerjakan apa yang diperintahkan, baik dalam kesendirian maupun di tengah keramaian, dan meninggalkan segala yang dilarang berupa kekafiran, kefasikan, dan kemaksiatan, baik yang berhubungan dengan hati maupun badan.

Baca Juga

“Kita mulai dengan perbaikan hati, karena hati merupakan sumber segala kebaikan dan sumber segala dosa serta permusuhan,” kata Syekh Izzuddin dikutip dari kitabnya yang berjudul Syajaratul Ma’arif.

Jika hati baik dengan makrifat dan iman, menurut dia, seluruh tubuh akan menjadi baik dengan ketaatan dan kepatuhan. Sementara, jika hati rusak oleh kebodohan dan kekufuran, seluruh tubuh akan rusak oleh kemaksiatan dan kedurhakaan.

Syekh Izzuddin menuturkan, baiknya hati terbagi dua. Pertama, yang terbatas (pada diri sendiri), seperti makrifat dan keyakinan. Kedua, yang meluas (pada orang lain), seperti keinginan untuk berderma dan berbuat baik.

Baiknya tubuh pun terbagi dua. Pertama, yang terbatas (pada diri sendiri), seperti sujud dan rukuk. Kedua, yang meluas (pada orang lain), seperti memaafkan dan berbagi (dermawan).

Syekh Izzuddin melanjutkan, rusaknya hati juga terbagi dua. Pertama, yang terbatas (pada diri sendiri), seperti keraguan dan syirik. Kedua, yang meluas (pada orang lain) seperti kehendak melampaui batas dan permusuhan.

Lalu, rusaknya tubuh pun terbagi dua. Pertama, yang terbatas (pada diri sendiri) seperti meninggalkan ibadah (personal). Kedua, yang meluas (pada orang lain), seperti mengadu domba dan berdusta.

Menurut Syekh Izzuddin, di antara wujud kelembutan Tuhan Yang Mahakasih adalah Dia tidak memerintahkan manusia kecuali dengan sesuatu yang mengandung maslahat di dunia dan akhirat atau di salah satunya. Dia juga tidak melarang kecuali sesuatu yang mengandung mafsadat di dunia dan akhirat atau di salah satunya.

Syekh Izzuddin menuturkan, maslahat yang dimaksud di sini adalah kenikmatan atau penyebabnya/kegembiraan atau penyebabnya, sedangkan mafsadat adalah dosa atau penyebabnya/kegelisahan atau penyebabnya.

“Jika suatu perbuatan mengandung maslahat dan mafsadat maka pilih yang lebih kuat dari keduanya. Jika kadar keduanya sama, pilih salah satunya,” jelas Syekh Izzuddin.

Maka, tambah dia, ihsan (kebaikan) itu mencakup upaya meraih kemaslahatan yang murni atau kuat serta menolak mafsadat yang murni, sedangkan keburukan itu mencakup segala upaya menarik mafsadat yang murni atau kuat serta menolak segala maslahat yang murni atau kuat.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement