Kamis 04 Jan 2024 16:18 WIB

Belanda Tolak Keras Gagasan Israel untuk Usir Warga Palestina dari Gaza

Sebelumnya, Jerman dan AS juga menolak tegas ide tersebut.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Setyanavidita livicansera
Gambar drone ini menunjukkan ribuan tenda yang digunakan para pengungsi di Rafah, Jalur Gaza selatan pada Jumat, (29/1/2023).
Foto: AP Photo
Gambar drone ini menunjukkan ribuan tenda yang digunakan para pengungsi di Rafah, Jalur Gaza selatan pada Jumat, (29/1/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, AMSTERDAM – Pemerintah Belanda menolak keras gagasan tentang pemindahan warga Palestina di Jalur Gaza ke wilayah lain. Negeri Kincir Angin menegaskan bahwa mereka mendukung solusi dua negara untuk menyelesaikan konflik Israel-Palestina.

Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Belanda menyoroti pernyataan Menteri Keamanan Nasional Israel Itamar Ben-Gvir dan Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich yang mendorong warga Gaza bermigrasi secara sukarela keluar dari wilayah tersebut. Belanda berpendapat, komentar kedua menteri Israel itu tidak bertanggung jawab.

Baca Juga

“Belanda menolak seruan apa pun agar warga Palestina diusir dari Gaza atau pengurangan wilayah Palestina. Hal ini tidak sesuai dengan solusi dua negara di masa depan, yaitu negara Palestina yang bisa hidup berdampingan dengan Israel yang aman,” kata Kemenlu Belanda dalam sebuah pernyataan, Rabu (3/1/2024), dikutip Anadolu Agency.

Sebelumnya, Jerman dan Amerika Serikat (AS) pun telah mengkritik keras Itamar Ben-Gvir dan Bezalel Smotrich karena menganjurkan pengusiran warga Gaza. “Posisi kami jelas, tidak boleh ada pengusiran atau pengurangan wilayah Jalur Gaza,” kata seorang juru bicara  Kemenlu Jerman terkait usulan Ben-Gvir dan Smotrich tentang pengusiran warga Gaza, dikutip laman kantor berita Palestina, WAFA, Rabu lalu.

Jubir Kemenlu Jerman itu menambahkan, negaranya menolak dalam istilah paling kuat, pernyataan yang dibuat Ben-Gvir dan Smotrich tentang pengusiran warga Gaza ke negara lain. Dia menegaskan, Jerman meyakini solusi dua negara adalah satu-satunya cara untuk menyelesaikan konflik Israel-Palestina.

Sebelumnya Juru Bicara Departemen Luar Negeri AS Matthew Miller juga sudah mengkritik keras Ben-Gvir dan Smotrich karena menganjurkan pengusiran warga Gaza. “AS menolak pernyataan Menteri Israel Smotrich dan Ben-Gvir yang menghasut serta tidak bertanggung jawab. Seharusnya tidak ada pengungsian massal warga Palestina dari Gaza,” kata Miller lewat akun X resminya, Rabu lalu.

Dia menegaskan, AS akan tetap memandang Gaza sebagai bagian dari wilayah Palestina. Namun Washington memang menolak Hamas kembali memerintah di wilayah tersebut. “Kami sudah jelas, konsisten, dan tegas bahwa Gaza adalah tanah Palestina dan akan tetap menjadi tanah Palestina, dengan Hamas tidak lagi mengendalikan masa depannya serta tidak ada kelompok teror yang dapat mengancam Israel,” ucap Miller.

“Itu adalah masa depan yang kami cari, demi kepentingan Israel dan Palestina, kawasan sekitarnya, dan dunia,” tambah Miller. Setelah pernyataan Miller dirilis, Ben-Gvir membuat komentar yang intinya menegaskan bahwa dia tetap mempertahankan gagasannya soal pengusiran warga Gaza.

“AS adalah teman terbaik kami, tapi pertama-tama kami akan melakukan yang terbaik untuk negara Israel. Migrasi ratusan ribu orang dari Gaza akan memungkinkan penduduk (Israel) untuk kembali ke rumah dan hidup dalam keamanan, serta akan melindungi tentara IDF (Pasukan Pertahanan Israel),” kata Ben-Gvir lewat akun Twitter, Rabu lalu.

Sebelumnya Smotrich telah menyerukan agar ada negara-negara yang bersedia menampung warga Gaza. Bulan lalu, Pemerintah Israel membantah tuduhan yang menyebutnya berusaha mengusir paksa penduduk Palestina keluar dari Jalur Gaza.

Mereka menyatakan hanya berupaya menumpas kelompok Hamas sebagai respons atas serangan dan operasi infiltrasinya tanggal 7 Oktober 2023. “Ini tentu saja merupakan tuduhan yang keterlaluan dan salah,” ujar juru bicara pemerintah Israel, Eylon Levy, ketika ditanya tentang upaya mengusir penduduk Palestina keluar dari Jalur Gaza, 10 Desember 2023 lalu, dikutip laman Al Arabiya.

“Israel berjuang untuk mempertahankan diri dari monster-monster yang melakukan pembantaian 7 Oktober, dan tujuan dari kampanye kami adalah untuk membawa monster-monster itu ke pengadilan dan memastikan mereka tidak lagi menyakiti rakyat kami,” tambah Levy.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement