REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kelapa sawit merupakan komoditas yang meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Mulai perkebunan, pengolahan, hingga penjualannya, persawitan menyerap banyak tenaga kerja dan menjadi pendapatan yang menjadikan warga semakin sejahtera.
Sebagai perkumpulan para pelaku (berbadan hukum) pengusahaan kelapa sawit, Rumah Sawit Indonesia (RSI) berkomitmen menjadi mitra pemerintah dalam merumuskan kebijakan di industri sawit mulai dari hulu hingga hilir. Langkah ini diambil supaya kebijakan yang diambil pemerintah bersifat menyeluruh, tidak hanya terkait kebun, namun juga seluruh rantai pasok di bidang pengusahaan sawit.
“Kebijakan tentang kelapa sawit tidak mungkin menggunakan pendekatan satu sisi,” kata Kacuk Sumarto, Ketua Umum RSI dalam Media Gathering RSI di Jakarta padaKamis (4/1/24). Kebijakan yang bersifat parsial hanya merugikan salah satu pihak dalam rantai pasok sawit.
Kacuk Sumarto mencontohkan kebijakan larangan ekspor minyak sawit (CPO) untuk memenuhi kebutuhan bahan baku minyak goreng dalam negeri beberapa waktu lalu. “Dampaknya sangat besar,” katanya. Salah satunya terhadap transportasi dan pengangkutan CPO untuk memenuhi pasar ekspor. “Untuk pesan kapal pengangkut CPO butuh waktu sampai empat bulan,” katanya.
Begitu juga tentang kebun sawit dikategorikan masuk kawasan hutan. Seharusnya, kata Kacuk, Kementerian ATR-BPN bertanggungjawab terhadap putusan hukum yang sudah diterbitkannya. Hal ini berkaitan dengan lahan sawit yang sudah memiliki HGU namun dimasukkan ke kawasan hutan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Menurut Kacuk Sumarto, rencana pemutihan 2,2 juta hektar lahan sawit yang memiliki HGU, seharusnya Kementerian ATR-BPN protes. Pasalnya, penerbitan HGU sendiri turut dibidani oleh KLHK serta pemerintah daerah. “Ini persoalan serius yang sedang dihadapi oleh industri sawit nasional,” katanya.
Dalam media gathering ini, Kacuk Sumarto juga menjelaskan tentang berdirinya RSI sebagai sebuah perkumpulan yang tidak hanya diisi oleh perusahaan perkebunan sawit, namun juga pelaku industri pendukung komoditas sawit. RSI didirikan oleh 17 orang yang mewakili pribadi atau perusahaan yang semuanya pelaku usaha sawit. RSI dideklrasikan di Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) di Medan pada 23 Juni 203.