REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkum HAM) Edward Omar Sharif Hiariej (Eddy) kembali mengajukan permohonan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel). Permohonan tersebut, kali kedua diajukan oleh Eddy, setelah ia mencabut praperadilan yang pertama Desember 2023 lalu.
Dalam praperadilannya, Eddy masih memohonkan kepada hakim tunggal agar membatalkan status hukumnya sebagai tersangka di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Baca Juga
Pejabat Humas PN Jaksel Djuyamto menerangkan, permohonan praperadilan kedua itu, diajukan oleh tim pengacara Eddy, pada Rabu (3/1/2024). “Bahwa betul telah diajukan kembali permohonan praperadilan oleh pemohon mantan Wakil Menkum HAM (Eddy) yang didaftarkan kemarin, Rabu 3 Januari 2024,” kata Djuyamto.
Dalam praperadilan itu, kata dia, masih menjadikan KPK sebagai pihak termohon. “Pada intinya, permohonan dari pemohon terkait dengan keabsahan sebagai tersangka,” sambung Djuyamto.
Dari permohonan tersebut, kata Djuyamto, PN Jaksel sudah menunjuk hakim Estiono selaku pengadil tunggal dalam praperadian itu. Pun kata Djuyamto, hakim Estiono, sudah menetapkan tanggal perdana sidang pembacaan permohonan praperadilan tersebut, pada Kamis 11 Januari 2024 mendatang.
Praperadilan ajukan Eddy, sebetulnya sudah pernah disidangkan perdana pada Senin 18 Desember 2023 lalu di PN Jaksel. Ada sedikitnya sembilan permohonan yang diajukan Eddy dalam praperadilan itu.
Di antaranya, selain meminta agar hakim menyatakan penetapannya sebagai tersangka oleh KPK tak sah. Karena menurutnya, penetapan tersangka oeh KPK itu berdasarkan atas proses penyelidikan, dan penyidikan yang tak sesuai dengan hukum acara pidana (KUHAP).
Selain itu, Eddy juga memohon agar hakim praperadilan memerintahkan KPK agar menghentikan proses hukum atas kasus yang menjerat guru besar hukum pidana itu.
Dan dari KPK, sebagai termohon juga sudah mengajukan jawaban atas memori permohonan Eddy, melalui persidangan ke-2 praperadilan. Hakim praperadilan pada saat itu, pun sudah meyampaikan jadwal pembacaan putusan praperadilan yang direncanakan pada 27 Desember 2023. Namun pada Rabu (20/12/2023) saat proses sidang memasuki agenda penyerahan barang-barang bukti, dan pemeriksaan saksi-saksi, dari pihak Eddy, mengajukan pencabutan permohonan praperadilan.
Anggota Tim Pengacara Eddy, Iwan Prayitno waktu itu menyampaikan pencabutan praperadilan tersebut atas permintaan Eddy. “Alasannya, dari Pak Eddy selaku pemohon, untuk memperbaiki materi permohonan,” kata dia.
Iwan melanjutkan, meskipun pada saat itu dicabut, namun menjanjikan untuk mengajukan kembali permohonan praperadilan itu. “Ada beberapa hal dalam permohonan yang kami sampaikan, untuk kami koreksi, dan perbaiki. Untuk selanjutnya, akan kami daftarkan lagi permohonan praperadilannya,” kata dia.
Adapun status tersangka yang kini menjerat Eddy, terkait dengan penyidikan di KPK dalam kasus penerimaan suap, dan gratifikasi. KPK menjerat Eddy sebagai tersangka Pasal 12a, atau Pasal 12b, atau Pasal 11 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) karena dituding menerima uang senilai Rp 8 miliar. Uang tersebut, diberikan oleh Helmut Hermawan selaku Direktur PT Citra Lampia Mandiri (CLM) melalui Yogi Arie Rukmana, Yosi Andika Mulyadi.
Uang tersebut agar Eddy membuka status blokir perusahaan dalam database administrasi hukum umum (AHU) di Kemenkum HAM. Dan Eddy, pun dituding mengupayakan agar Helmut Hermawan dilepaskan dari penyidikan di kepolisian terkait kasus penggelapan saham perusahaan.
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement