REPUBLIKA.CO.ID, AMMAN -- Meningkatnya ketegangan di Tepi Barat dan Lebanon merupakan bagian dari agenda ekstremis Pemerintah Israel untuk memperpanjang kepemimpinan politiknya dan menyeret Barat ke dalam perang kawasan. Hal itu disampaikan Menteri Luar Negeri Yordania Ayman Safadi pada Rabu (3/1/2024).
"Kejahatan yang dilakukan Israel di Palestina dan Lebanon merupakan terjemahan dari agenda ini. Israel menerapkannya melalui pembunuhan dan penghancuran," kata Safadi dalam sebuah pernyataan setelah pembunuhan wakil ketua Hamas Saleh Arouri di Ibu Kota Beirut, Lebanon, pada 2 Januari.
"Semua orang akan menanggung akibat karena melanggar hukum internasional dan tidak membendung ekstremisme ini," kata dia menambahkan.
Arouri dan enam orang lainnya tewas pada Selasa dalam sebuah serangan pesawat tak berawak Israel di Distrik Dahieh, Beirut, yang disebut sebagai benteng Hizbullah. Sekretaris Jenderal Hizbullah Hassan Nasrallah menyatakan pembunuhan wakil ketua Hamas Saleh al-Arouri tak akan luput dari hukuman.
Insiden itu terjadi sebagai dampak perluasan perang Israel dan Hamas di Jalur Gaza. "Apa yang terjadi kemarin dan pembunuhan Arouri sangat berbahaya," kata Nasrallah dalam sambutannya Rabu malam.
"Serangan ini adalah yang pertama sejak 2006," sambung dia.
Nasrallah menyebut pembunuhan Arouri adalah upaya Israel dalam mengirimkan kesan bahwa mereka menang setelah gagal mencapai tujuan di Gaza.
Arouri adalah tokoh Hamas paling senior yang dibunuh Israel sejak pecahnya konflik Gaza pada 7 Oktober 2023. Iran mengutuk keras serangan Israel yang menewaskan Arouri itu.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Iran Nasser Kanaani memperingatkan bahwa pembunuhan para pemimpin Hamas pasti akan menciptakan gelombang perlawanan dan motivasi untuk melawan pendudukan Israel, tak hanya Palestina tetapi juga Timur Tengah.
Pasukan penjaga perdamaian PBB di Lebanon (UNFIL) juga menyuarakan keprihatinan mendalam atas kemungkinan meningkatkan permusuhan di kawasan itu setelah pembunuhan Arouri.