REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) akhirnya menunda penjatuhan vonis terhadap eks pejabat Ditjen Pajak Kemenkeu, Rafael Alun Trisambodo setelah ditunggu sekitar enam jam. Majelis hakim beralasan dua hari belum cukup guna menyusun amar putusan.
Rafael dijadwalkan menghadapi sidang pembacaan vonis pada Kamis (4/1/2024). Tapi sejak pukul 09.00 WIB, sidang tak kunjung dimulai. Adapun Majelis hakim akhirnya memulai sidang sekitar pukul 15.00 WIB. Dalam kesempatan itu, majelis hakim menyatakan penundaan sidang.
"Terpaksa kami tunda pada hari Senin tanggal 8 Januari. Kami masih butuh waktu," kata hakim ketua Suparman Nyompa dalam sidang tersebut.
Majelis hakim pun meminta maaf kepada para pengunjung sidang yang telah menunggu sekitar enam jam. Majelis hakim merasa bersalah karena agenda sidang yang diagendakan hari ini harus ditunda.
"Mohon maaf kepada pengunjung sidang, kami sudah berusaha sejak pagi (menyusun amar putusan), tapi tidak bisa kami selesaikan. Begitu keadaannya," ujar Suparman.
Majelis hakim mengakui target pembacaan vonis pada hari ini tertunda karena luasnya cakupan kasus yang menjerat Rafael.
"Kami ingin selesaikan hari ini tapi kami tidak mampu, ternyata perlu waktu karena materi perkara cukup luas," ucap Suparman.
Majelis hakim menyadari perlu waktu lebih lanjut dalam rangka menyusun amar putusan. Majelis hakim merasa dua hari yang tersedia sejak agenda sidang terakhir yaitu pembacaan duplik pada 2 Januari 2024 tidak mencukupi.
"Kami sudah bekerja maksimal ternyata belum bisa kami umumkan (putusan) karena waktunya tidak cukup dua hari," ujar Suparman.
Diketahui, Rafael terjerat kasus dugaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU). JPU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut Rafael menerima gratifikasi Rp16,6 miliar dan TPPU hingga Rp 100 miliar.
Dalam kasus ini, Rafael Alun dituntut 14 tahun penjara, denda 1 miliar subsidair 6 bulan penjara, dan uang pengganti 18,9 miliar. Tuntutan tersebut didasarkan jaksa dengan menganggap Rafael Alun bersalah menerima gratifikasi berdasarkan Pasal 12 B jo Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP sebagaimana dakwaan kesatu.
Selain itu, Rafael dianggap melakukan tindak pidana pencucian uang berdasarkan Pasal 3 ayat 1 huruf a dan c Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP sebagaimana dakwaan kedua.
Rafael juga dianggap melakukan tindak pidana pencucian uang berdasarkan Pasal 3 Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP sebagaimana dakwaan ketiga.
Aksi Rafael turut melibatkan keluarganya. Pertama, istri Rafael yaitu Ernie Meike Torondek ikut disebut dalam dakwaan. Ernie diajak Rafael melakukan pencucian uang. Modusnya, Ernie menduduki jabatan dari perusahaan yang didirikan Rafael, salah satunya PT Arme.
Kedua, nama Mario Dandy yang merupakan anak Rafael ternyata muncul dalam surat dakwaan. Mario sudah terkenal lebih dulu karena terjerat kasus penganiayaan berat terhadap anak berinisial DO. Nama Mario digunakan Rafael guna menyamarkan harta.
Berikutnya, anak Rafael lain juga disebutkan dalam surat dakwaan yaitu Christofer Dhyaksa Dharma dan Angelina Embun Prasasya. Bahkan ibu Rafael, Irene Suheriani Suparman terlibat pencucian uang itu.