REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT – Kelompok Hizbullah Lebanon menembakkan lebih dari 60 roket ke pangkalan militer Israel. Hizbullah mengatakan, serangan itu merupakan respons atas kematian wakil pemimpin Hamas, Saleh al-Arouri, yang terbunuh akibat serangan drone Israel ke Beirut.
“Sebagai bagian dari respons awal terhadap kejahatan pembunuhan pemimpin besar Sheikh Saleh al-Arouri, perlawanan Islam (Hizbullah) menargetkan pangkalan kendali udara Meron dengan 62 jenis rudal,” kata Hizbullah dalam sebuah pernyataan, Sabtu (6/1/2024), dikutip laman Al Arabiya.
Militer Israel belum merilis keterangan tentang dampak dari serangan roket Hizbullah. Saleh al-Arouri terbunuh dalam serangan drone Israel ke kantor Hamas di Mecherfeh di Beirut selatan, Lebanon, Selasa (2/1/2024) malam lalu. Selain Arouri, setidaknya terdapat lima orang lainnya yang turut tewas dalam serangan itu, termasuk dua komandan Brigade Al-Qassam, yakni sayap militer Hamas.
Arouri menjadi pemimpin Hamas paling senior yang dibunuh Israel sejak pecahnya perang di Gaza pada 7 Oktober 2023. Menyusul kematian Arouri, Hamas dilaporkan telah membekukan pembicaraan tentang gencatan senjata dengan Israel.
Kelompok Hizbullah sebelumnya telah memperingatkan bahwa mereka tidak akan membiarkan pembunuhan Arouri berlalu begitu saja. Hizbullah, yang sejak pecahnya perang di Jalur Gaza pada 7 Oktober 2023 turut terlibat konfrontasi dengan Israel di perbatasan Lebanon, mengisyaratkan siap membalas kematian Arouri.
“Pembunuhan Arouri adalah kejahatan besar dan berbahaya yang tidak bisa kami diamkan,” ujar Sekretaris Jenderal Hizbullah Hassan Nasrallah dalam pidatonya yang disiarkan di televisi, Rabu (3/1/2024).
Dia bersumpah bahwa tidak akan ada batasan dan tidak ada aturan dalam perjuangan kelompok Hizbullah jika Israel memilih untuk melancarkan perang terhadap Lebanon. “Siapa pun yang berpikir untuk berperang dengan kami, dengan kata lain, dia akan menyesalinya,” ujar Nasrallah.
Arouri adalah tokoh yang berperan membangun kembali hubungan Hamas dengan Hizbullah di Lebanon. Kedua kelompok tersebut sempat berseberangan karena mendukung pihak yang berbeda dalam konflik sipil di Suriah. Hizbullah, yang didirikan oleh Garda Revolusi Iran pada 1982, pernah berperang selama sebulan melawan Israel pada 2006.