REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Beberapa waktu lalu, pernyataan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Bali Arya Wedakarna mengenai hijab sempat menjadi perbincangan hangat di media sosial. Dalam cuplikan video yang beredar, Arya sempat menggunakan istilah "penutup nggak jelas" untuk menyebut hijab. Berkaitan dengan hal ini, komunitas hijaber turut angkat bicara.
"Bismillah, menurut pandangan saya, kata-kata tersebut sebenarnya tidak pantas diutarakan oleh seorang pejabat sekelas bapak tersebut," ungkap Ketua Umum Hijabers Community, Putri Dwiandari, kepada Republika.co.id.
Putri mengungkapkan video tersebut memang tidak menyebut agama tertentu. Akan tetapi, masyarakat bisa menyadari dan memahami konteks yang dibicarakan.
"Dan apa yang disebut itu mengacu kepada hijab. Kata-kata tersebut menurut saya sangat menyinggung Muslimah berhijab," ujar Putri.
Putri menekankan hijab bukanlah penutup yang tidak jelas. Hijab juga bukan bagian dari kebudayaan ras atau negara tertentu. Putri menerangkan bahwa hijab merupakan identitas seorang Muslimah dan Allah telah memerintahkan setiap Muslimah untuk memakainya, terlepas dari apa pun ras dan negara mereka.
"Ini adalah bentuk ketaatan kami sebagai Muslim dan kami bangga memakai hijab," jelas Putri.
Dalam cuplikan video yang beredar, Arya juga sempat meminta agar posisi front liner tidak diisi oleh perempuan yang menggunakan "penutup nggak jelas". Terkait pernyataan ini, Putri turut menyoroti adanya beberapa instansi yang masih melarang karyawan menampakkan simbol agama ketika bekerja, seperti memakai hijab.
"Padahal, Indonesia adalah negara dengan mayoritas Muslim dan berhijab pun termasuk hak asasi manusia dalam berpakaian," ujar Putri.
Putri mengingatkan Indonesia merupakan negara yang menjunjung nilai keagamaan, sesuai dengan sila pertama Pancasila, yaitu Ketuhanan yang Maha Esa. Menggunakan hijab, lanjut Putri, merupakan salah satu cara bagi seorang Muslim untuk menjalankan ajaran agamanya.