REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Dalam beberapa hari belakangan ini viral seorang ceramah yang melakukan kesalahan fatal dalam menyampaikan ayat Alquran. Penceramah itu, Saiful Karim mengaburkan makna surat Al-Qari’ah, sehingga tidak tepat dalam menafsirkannya.
Dalam kitab tafsir, Al-Qari’ah disebut sebagai salah satu nama dari Hari Kiamat. Namun, Saiful Karim dalam ceramahnya justru mengartikan Al-Qari’ah sebagai “Pembaca Perempuan”. Dia tidak bisa membedakan antara Al-Qariah (dengan huruf hamzah) dan Al-Qari’ah (dengan huruf ain). Lalu bagaimana cara agar tidak mengaburkan makna Alquran saat membacanya?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, dalam kitab Syajaratul Ma’arif, ulama besar dari Mazhab Syafii, Syekh Izzuddin bin Abdussalam telah menjelaskan surat An-Naḥl ayat 98, di mana Allah SWT berfirman:
فَاِذَا قَرَأْتَ الْقُرْاٰنَ فَاسْتَعِذْ بِاللّٰهِ مِنَ الشَّيْطٰنِ الرَّجِيْمِ
Artinya: “Apabila engkau hendak membaca Alquran, mohonlah pelindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk.”
Menurut Syekh Izzuddin, membaca istiadzah (meminta perlindungan kepada Allah) tersebut diperintahkan agar setan tidak mengaburkan makna-makna Alquran terhadap mereka.
Berdasarkan Tafsir Tahlili Kementerian Agama, dalam surat An-Naḥl ayat 98 tersebut Allah SWT mengajarkan adab membaca Alquran agar dalam membaca dan memahaminya jauh dari gangguan setan.
Alquran memberi petunjuk kepada manusia ke jalan kebahagiaan, dan menentukan mana amal perbuatan yang saleh yang berguna bagi kehidupan manusia dan mana pula perbuatan yang membawa ke jalan kesengsaraan.
Akan tetapi, petunjuk Alquran itu akan dapat dimengerti dan dipahami dengan benar, apabila akal pikiran si pembaca bersih dari godaan setan. Firman Allah SWT:
اِنَّ الَّذِيْنَ اتَّقَوْا اِذَا مَسَّهُمْ طٰۤىِٕفٌ مِّنَ الشَّيْطٰنِ تَذَكَّرُوْا فَاِذَا هُمْ مُّبْصِرُوْنَۚ
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa apabila mereka dibayang-bayangi pikiran jahat (berbuat dosa) dari setan, mereka pun segera ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat (kesalahan-kesalahannya). (QS al-Araf [7]: 201). Dan firman Allah SWT:
اِنَّ الشَّيْطٰنَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوْهُ عَدُوًّاۗ اِنَّمَا يَدْعُوْا حِزْبَهٗ لِيَكُوْنُوْا مِنْ اَصْحٰبِ السَّعِيْرِۗ
Artinya: “Sungguh, setan itu musuh bagimu, maka perlakukanlah ia sebagai musuh, karena sesungguhnya setan itu hanya mengajak golongannya agar mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala.” ( QS Faṭir [35]: 6)
Jika Rasulullah SAW saja diperintahkan Allah SWT untuk berlindung kepada-Nya ketika akan membaca Alquran, padahal sudah dinyatakan terpelihara, bagaimana halnya dengan manusia yang bukan rasul.
Sungguh manusia itu lemah dan mudah terpengaruh oleh setan dalam memahami Alquran.
Membaca Alquran adalah usaha manusia untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Setan berusaha keras menjauhkan manusia dari petunjuk Allah dengan berbagai cara.
Oleh karena itu, Allah SWT memerintahkan untuk memohon pertolongan kepada-Nya dengan ucapan istiadzah atau ta'awudz sebagai berikut:
أَعُوْذُ بِاللّٰهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ
Artinya: “Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk.”
Bacaan istiadzah versi ini digunakan oleh Imam Qiraat Asyrah Ya’kub Al-Hadhramiy, Imam Ashim Al-Kufiy serta Imam Abi Amr bin Bashir.
Dasar mereka dalam memilih bacaan tersebut adalah firman Allah QS an-Nahl ayat 98, serta didasari hadits Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan Sulaiman bin Sharad dalam kitab Al-Ghayat fi Al-Qiratil Al-Asyr hal 454 karangan Ahmad bin Al Husain Al-Ashbaniy.
Baca juga: Punya Utang Menumpuk? Baca Doa Ini, Insya Allah Ikhtiar Cepat Lunas
Tidak hanya itu, bacaan istiadzah juga terdapat banyak versi. Berikut beberapa redaksi istiadzah menurut para ulama dari ulama qiraat maupun para perawi:
1. Bacaan istiadzah versi perawi Imam Ashim dan Imam Hafs:
أَعُوْذُ بِاللهِ العَظِيْمِ السَّمِيْعِ الْعَلِيْمِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْم
2. Bacaan istiadzah versi Imam Nafi’ dan lainnya:
أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْم، إِنَّ اللهَ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ
3. Bacaan istiadzah versi Imam Hamzah:
أَسْتَعِيْذُ بِاللهِ العَظِيْمِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْم، إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ