Senin 08 Jan 2024 12:40 WIB

Yordania-AS Sepakat Tolak Wacana Memisahkan Gaza dari Tepi Barat.

Kedua menteri sepakat tentang pentingnya memberikan bantuan dengan segera.

Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken (ki) dan Menteri Luar Negeri Yordania Ayman Safadi.
Foto: Anadoulu/Antara
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken (ki) dan Menteri Luar Negeri Yordania Ayman Safadi.

REPUBLIKA.CO.ID, AMMAN -- Yordania pada Ahad (7/1/2024) menyatakan sepakat dengan Amerika Serikat (AS) untuk menolak pemindahan paksa warga Palestina dari Jalur Gaza. Menteri Luar Negeri Yordania Ayman Safadi menemui Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken di Amman, yang tiba di negara tersebut sebagai bagian dari tur kawasan.

Kedua menteri luar negeri tersebut mengadakan pembicaraan mengenai kondisi "bencana" di Jalur Gaza, kata Kementerian Luar Negeri Yordania dalam sebuah pernyataan. Safadi menekankan perlunya mencapai gencatan senjata segera dan permanen di Gaza, menurut pernyataan tersebut.

Baca Juga

Safadi juga menyebut bahwa setiap usulan untuk memisahkan Gaza dari Tepi Barat sebagai "sia-sia." Menurut pernyataan itu, kedua menteri sepakat tentang pentingnya memberikan bantuan dengan segera dan dalam jumlah yang memadai ke daerah kantong Palestina tersebut.

Mereka juga menolak pemindahan warga Palestina dari Gaza dan mengingatkan pentingnya agar warga Gaza yang kehilangan tempat tinggal untuk dapat kembali ke rumah mereka.  Safadi dan Blinken sepakat untuk melakukan upaya menghentikan perang dan melancarkan upaya nyata dan efektif untuk mencapai perdamaian yang adil berdasarkan solusi dua negara, kata pernyataan tersebut.

Israel telah melancarkan serangan udara dan darat ke Jalur Gaza sejak serangan lintas batas oleh kelompok perlawanan Palestina Hamas pada 7 Oktober 2023. Sedikitnya 22.835 warga Palestina telah tewas dan 58.416 lainnya terluka, menurut otoritas kesehatan Gaza, sementara hampir 1.200 warga Israel diyakini tewas dalam serangan Hamas.

Serangan gencar Israel telah menyebabkan kehancuran di Gaza, dengan 60 persen infrastruktur di wilayah tersebut rusak atau hancur, dan hampir dua juta penduduk mengungsi di tengah kekurangan makanan, air bersih dan obat-obatan.

 

sumber : antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement