Senin 08 Jan 2024 15:06 WIB

Diplomasi Pemerintah Indonesia ke Saudi Harus Ditingkatkan untuk Tekan Biaya Haji

Pemerintah telah menetapkan biaya haji sebesar Rp93,4 juta.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Muhammad Hafil
Jamaah Haji tengah berada di Masjidil Haram (ilustrasi)
Foto: Republika
Jamaah Haji tengah berada di Masjidil Haram (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Pengamat Ekonomi Syariah, Yusuf Wibisono mengatakan, pemerintah Indonesia harus meningkatkan diplomasi dan negosiasi ke Pemerintah Arab Saudi terkait penyelenggaraan ibadah haji dan umroh. Hal ini guna menekan biaya penyelenggaran ibadah haji atau (BPIH) terus meningkat setiap tahunnya dan diikuti dengan kenaikan ongkos haji yang mesti dibayarkan jamaah atau Bipih. 

Untuk musim haji tahun depan, Pemerintah telah menetapkan BPIH sebesar Rp93,4 juta atau naik sebesar 3,35 juta dari tahun 2023 sebesar Rp90,05 juta dengan BIPIH sebesar Rp56 juta atau 60 persen dari BPIH.

Baca Juga

"Dalam jangka pendek, pemerintah harus meningkatkan diplomasi dan negosiasinya ke pemerintah Arab Saudi agar membantu jamaah dari biaya yang terlalu mahal, dimana kini BPIH di kisaran Rp 95 juta per jamaah," ujar Yusuf kepada Republika, Senin (8/1/2024).

Yusuf mengatakan, diplomasi yang masih bisa dilakukan Pemerintah Indonesia ke Saudi adalah terkait biaya masyair, biaya visa, biaya akomodasi hingga biaya penerbangan jamaah. Ia menekankan ibadah haji dan umroh adalah aktivitas ritual rutin, sehingga menjadi strategis untuk menekan biaya dari komponen utama haji dan umroh yang banyak membebani jamaah Indonesia.

"Sebagai misal, adopsi kontrak akomodasi jangka panjang akan menciptakan kepastian harga sejak awal dan harga bisa lebih murah," ujarnya.

Terlebih kata Yusuf, dengan jumlah jamaah Indonesia yg sangat besar mencapai 220 ribu orang diyakini menjadi daya tawar Indonesia kepada Arab Saudi. 

"Keputusan jamaah Indonesia akan menentukan harga pasar disana. Jamaah kita butuh naik haji ke Arab Saudi, namun Arab Saudi juga butuh kehadiran jamaah haji kita yang memberi pendapatan tinggi bagi mereka," ujarnya.

Yusuf pun mencermati pasca pandemi, biaya ibadah haji terus meningkat, dengan rata-rata 16,7 persen setiap tahun. Pada 2022, atau tahun pertama haji pascapandemi setelah haji ditiadakan pada 2020 dan 2021 karena Covid-19, biaya BIPIH yang ditanggung jamaah mencapai Rp 39,9 juta, meningkat 13,2 persen dibandingkan 2019 yang hanya Rp 35,2 juta.

Kemudian pada 2023, BIPIH melambung menembus Rp 49,8 juta atau melonjak 24,9 persen dibandingkan 2022. Dan kini pada 2024, BIPIH kembali naik menjadi Rp 56,1 juta atau meningkat 12,5 persen dibandingkan 2023.

Melonjaknya BIPIH didorong oleh meroketnya biaya total BPIH yang pada 2022, BPIH mencapai Rp 97,8 juta, melonjak hingga 41,4 persen dibandingkan 2019 yang hanya Rp 69,2 juta. 

Menurutnya, kenaikan BIPIH yang sangat drastis telah sangat memberatkan banyak jamaah dan melanggar hak mereka untuk menunaikan ibadah haji setelah menunggu bertahun-tahun lamanya. Dengan BIPIH kini menembus Rp 56 juta, akan semakin banyak calon jemaah haji yang akan gagal berangkat karena tidak mampu melunasi sisa BIPIH.

"Kenaikan drastis BIPIH ini juga menjadi ironi karena terjadi di tengah kualitas pelayanan haji yang masih terus rendah. Buruknya pelayanan haji masih terjadi hampir merata di semua tahapan haji, mulai dari pelayanan sebelum keberangkatan, selama di tanah suci, hingga pelayanan pasca haji," ujarnya.

 

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement