Selasa 09 Jan 2024 17:34 WIB

Buya Hamka: Nyawa Sebuah Bangsa Bergantung pada Nilai Hidup yang Dipegang

Buya Hamka menjelaskan ihwal apa yang menjadi nyawa suatu bangsa.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Muhammad Hafil
Buya Hamka
Foto: Dok. Muhammadiyah
Buya Hamka

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Ulama Indonesia, Abdul Malik Karim Amrullah atau yang dikenal dengan Buya Hamka, menjelaskan ihwal apa yang menjadi nyawa suatu bangsa. Ini dijelaskan dalam tafsirnya terhadap Surat Al A'raf ayat 34.

Allah SWT berfirman:

Baca Juga

وَلِكُلِّ اُمَّةٍ اَجَلٌۚ فَاِذَا جَاۤءَ اَجَلُهُمْ لَا يَسْتَأْخِرُوْنَ سَاعَةً وَّلَا يَسْتَقْدِمُوْنَ

"Dan setiap umat mempunyai ajal (batas waktu). Apabila ajalnya tiba, mereka tidak dapat meminta penundaan atau percepatan sesaat pun." (QS. Al A'raf ayat 34)

Buya Hamka menuturkan, ayat 31-32 Surat Al A'raf menjelaskan tentang betapa luasnya nikmat Allah di dalam alam. Lalu pada ayat 33 Al A'raf dijelaskan ihwal apa yang haram dilakukan. Gabungan tiga ayat itu membentuk akhlak dan tingkah laku, menimbulkan kegiatan berusaha, dan membuat hidup yang lebih maju, sehingga membentuk bangsa yang maju.

Lalu pada ayat 34 Al A'raf, terkandung pesan tentang maju dan runtuhnya sebuah bangsa. Ajal pada ayat tersebut adalah janji, atau ketentuan atau batas. Ini ada kaitannya dengan takdir.

Buya Hamka menjabarkan, sebuah bangsa adalah suatu kaum yang telah terbentuk menjadi suatu masyarakat atau kelompok, yang menjadi satu oleh persamaan nasib atau persamaan daerah kediaman atau karena persamaan keyakinan.

"Di dalam ayat ini, diterangkan bahwa maju atau runtuhnya sebuah umat (bangsa) adalah menurut jangka waktu yang ditentukan oleh Tuhan. Bila datang masanya naik (maju), meski bagaimana orang hendak menghalanginya, tidak terhalangi, sebagaimana kemerdekaan bangsa Indonesia pada 17 Agustus 1945," jelas Buya Hamka.

Dijelaskan pula oleh Buya Hamka, bahwa hidupnya seseorang adalah karena nyawanya. Habis nyawa itu, maka ia tiada. Adapun hidupnya sebuah bangsa, nyawanya adalah nilai hidup yang dipegang bangsa itu sendiri. Runtuhnya sebuah bangsa bergantung pada akhlak bangsa tersebut.

"Adapun hidup suatu umat (bangsa) dinyawai oleh nilai hidup umat itu sendiri, oleh naik atau runtuh akhlaknya," jelasnya.

Karena itu, Buya Hamka mengungkapkan, dilarang bersikap boros berlebih-lebihan dan diperintahkan untuk terus beribadah kepada Allah SWT. Dilarang berbuat kekejian lahir dan batin. Dilarang menganiaya orang lain. Dilarang pula syirik dan bicara soal Ketuhanan tanpa ilmu.

"Inilah modal yang diberikan Allah untuk hidup. Jika suatu kelompok masyarakat memegang teguh peraturan-peraturan Allah ini, mereka bisa menjadi umat (bangsa) yang baik," jabarnya.

Namun jika peraturan-peraturan Allah ini diabaikan, bersikap boros soal makanan, minuman dan pakaian, kemudian lalai memperhatikan hubungannya dengan Allah, mementingkan diri sendiri, menuruti hawa nafsu, maka pastilah akan datang ajal. Datang janji kejatuhan itu.

"Bila saat janji itu datang, tidak ada lagi waktu bagi mereka untuk meminta dimundurkan. Tidak pula bisa minta dimajukan. Tidak ada satu kekuatan pun yang bisa menghambat keruntuhan itu," terangnya.

Sumber:

Tafsir Al Azhar Juz 8, karya Prof Dr Hamka

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement