REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bubur ayam menjadi salah satu makanan favorit untuk sarapan. Sebagai Muslim, sudah pasti kehalalan makanan menjadi penting, termasuk bubur ayam.
Founder Halal Corner Aisha Maharani menjelaskan tentang titik kritis kehalalan bubur ayam. Dia mengatakan, titik kritis bubur ayam terletak pada bahannya, yaitu bumbu dan ayamnya. Selain itu, tempat produksi bubur ayam juga harus bersih dari bahan haram dan najis.
“Pada bumbu dan ayamnya kalau bahan, ya. Selain itu, tempat produksi juga harus bersih dari bahan haram dan najis,” ujar Aisha saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (9/1/2024).
Kini sudah ada banyak bubur yang mengantongi sertifikat halal Majelis Ulama Indonesia (MUI). Jika kita mengetikkan “bubur ayam” di kolom nama produk di situs web LPPOM MUI akan ada 23 item yang muncul. Produk-produk itu di antaranya adalah bubur ayam telur, bubur ayam, dan bubur ayam telur asin dari Mie Ayam Aloi. Kemudian, ada juga bubur ayam, telur dan ati ampela dari Bubur Ayam Dio serta bubur ayam wortel kentang kasar dan bubur ayam wortel kentang halus dari Bubur Bayi Sehat Ibu OTIH.
Bubur diperkenalkan para pedagang asal Cina yang masuk ke Indonesia. Makanan ini telah diadaptasikan dengan bumbu dan racikan khas Nusantara.
Pakar kuliner William Wongso menceritakan, orang Cina tak menanggalkan kebiasaannya makan bubur saat sedang melakukan ekspansi perdagangan ke negara lain. Mereka dengan mudah mendapatkan bubur lantaran proses pembuatannya memang sederhana.
Di samping itu, William menyebutkan bubur menyiratkan nilai perjuangan hidup bagi bangsa Cina. Pedagang Cina pasti makan bubur untuk sarapan, terlebih karena mereka masih melarat, masih berjuang untuk mencari nafkah.
“Jadi, mereka makan bubur itu karena lauknya tidak perlu banyak, hanya sedikit terus bisa langsung diseruput,” kata William.