Rabu 10 Jan 2024 14:47 WIB

Ayat Bersama Kesulitan Ada Kemudahan, Ini Tafsir Prof Quraish Shihab

Setiap kesulitan pasti disertai atau disusul oleh kemudahan.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Muhammad Hafil
Cendekiawan muslim Quraish Shihab menyampaikan paparan pada pembukaan Forum Titik Temu di Jakarta, Rabu (18/9/2019).
Foto: Antara/Wahyu Putro A
Cendekiawan muslim Quraish Shihab menyampaikan paparan pada pembukaan Forum Titik Temu di Jakarta, Rabu (18/9/2019).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Prof KH Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Mishbah menjelaskan makna Surat Asy-Syarh Ayat 5-6. Ayat tersebut menjelaskan bahwa bersama atau sesudah kesulitan, ada kemudahan. 

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

Baca Juga

فَاِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًاۙ

اِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًاۗ

Fa'inna ma‘al-‘usri yusrā(n). Inna ma‘al-‘usri yusrā(n).

Artinya: Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan, sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. (QS Asy-Syarh Ayat 5-6)

Prof KH Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Mishbah menjelaskan bahwa ayat-ayat sebelumnya menguraikan anugerah Allah SWT. Surat Asy-Syarh Ayat 5-6 bagaikan menyatakan: Jika kamu telah mengetahui dan menyadari betapa besar anugerah Allah itu, maka dengan demikian, menjadi jelas juga bagi kamu wahai Nabi (Muhammad yang) Agung bahwa sesungguhnya bersama atau sesaat sesudah kesulitan ada kemudahan yang besar, sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan yang besar.

Dalam tafsirnya, Prof KH Quraish Shihab menjelaskan bahwa agaknya Allah SWT dalam ayat 5 dan 6 ini bermaksud menjelaskan salah satu sunnah-Nya yang bersifat umum dan konsisten. Yaitu, setiap kesulitan pasti disertai atau disusul oleh kemudahan selama yang bersangkutan bertekad untuk menanggulanginya. 

Hal itu dibuktikan-Nya dengan contoh konkret pada diri pribadi Nabi Muhammad SAW. Nabi Muhammad SAW datang sendiri, ditantang dan dianiaya sampai-sampai beliau dan keluarganya diboikot oleh kaum musyrikin di Makkah, tidak boleh berjual beli atau kawin mawin (menikah), tidak boleh berbicara dengan Nabi Muhammad SAW dan keluarganya selama setahun, disusul dengan setahun lagi sampai dengan tahun ketiga. Tetapi pada akhirnya tiba juga kelapangan dan jalan keluar yang selama ini mereka (kaum Muslim) dambakan.

Ayat-ayat di atas seakan-akan menyatakan: Kelapangan dada yang kamu peroleh wahai Nabi Muhammad, keringanan beban yang selama ini kamu rasakan, keharuman nama yang kamu sandang, itu semua disebabkan karena sebelum ini kamu telah mengalami puncak kesulitan. Namun kamu tetap tabah dan optimis, sehingga berlakulah bagimu sunnah (ketetapan Allah) yaitu, jika krisis atau kesulitan telah mencapai puncaknya maka pasti ia akan sirna dan disusul dengan kemudahan.

Ayat 5 dan 6 di atas sejalan maknanya dengan isyarat yang dikandung oleh firman-Nya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

ذٰلِكَ بِاَنَّ اللّٰهَ يُوْلِجُ الَّيْلَ فِى النَّهَارِ وَيُوْلِجُ النَّهَارَ فِى الَّيْلِ وَاَنَّ اللّٰهَ سَمِيْعٌۢ بَصِيْرٌ 

Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya Allah (kuasa) memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam dan bahwa Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (QS Al-Hajj Ayat 61)

Sunnah atau ketetapan Allah yang berlaku, bahkan dalam hukum-hukum syariat-Nya dikenal hal yang sama. Para ahli hukum Islam, setelah memperhatikan sekian banyak ayat Alquran dan hadits-hadits, memberi kesimpulan dalam bentuk kaidah yang berbunyi al-Masyaqqah Tajlibu at-Taisir (kesulitan mendatangkan kemudahan) demikian pula kaidah Idza Dhaqa asy-Syai’u Ittasa (apabila sesuatu telah menyempit, maka ia menjadi luas).

Perlu dicatat bahwa banyak ulama tafsir memahamai arti ma’a dalam ayat 5 dan 6 Surat Asy-Syarh yang arti harfiahnya adalah "bersama" dipahami oleh sementara ulama dalam arti "sesudah." 

Pakar tafsir az-Zamakhsyari menjelaskan bahwa penggunaan kata "bersama" walaupun maksudnya sesudah adalah untuk menggambarkan betapa dekat dan singkatnya waktu antara kehadiran kemudahan, dengan kesulitan yang sedang dialami.

Bagi para ulama yang memahami kata tersebut dalam arti "sesudah," merujuk antara lain kepada firman Allah yang serupa maknanya dan menggunakan kata ba'd (sesudah).

سَيَجْعَلُ اللّٰهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُّسْرًا ࣖ

sayaj‘alullāhu ba‘da ‘usriy yusrā(n).

Artinya: . . . . . Allah akan memberi kelapangan sesudah kesempitan (QS Ath-Thalaq Ayat 7).

Namun demikian, tidak pula keliru mereka yang memahami kata itu dalam arti awalnya yakni bersama, dan ketika itu ayat 5 dan 6 menjelaskan bahwa betapapun beratnya kesulitan yang dihadapi, pasti dalam celah-celah kesulitan itu terdapat kemudahan-kemudahan. Ayat ini berpesan agar manusia berusaha menemukan segi-segi positif yang dapat dimanfaatkan dari setiap kesulitan, karena bersama setiap kesulitan terdapat kemudahan. Ayat-ayat ini seakan-akan berpesan agar setiap orang mencari peluang pada setiap tantangan dan kesulitan yang dihadapi.

Ayat 5 di atas diulangi sekali lagi oleh ayat 6. Pengulangan tersebut sebagaimana banyak pengulangan pada ayat-ayat periode di Makkah. Ulama memahami itu sebagai penekanan, karena ketika itu kata mereka, Nabi Muhammad SAW sangat membutuhkannya dalam rangka mengokohkan jiwa beliau menghadapi tantangan masyarakat Makkah. 

Ada juga ulama yang tidak memahaminya dalam arti penekanan. Mereka mengemukakan satu kaidah yang menyatakan: “Apabila terulang satu kata dalam bentuk definit maka kata pertama dan kedua mempunyai makna atau kandungan yang sama, berbeda halnya jika kata tersebut berbentuk indefinit."

Imam Malik meriwayatkan bahwa Abu Ubaidah Ibn al-Jarrah sahabat Nabi Muhammad SAW yang memimpin pasukan Islam menghadapi Romawi pada masa pemerintahan Umar Ibn al-Khaththab, menyurati Khalifah Umar sambil menggambarkan kekhawatirannya menghadapi kesulitan melawan Romawi.

Maka jawaban yang diterimanya dari Khalifah Umar adalah: “Bila seorang Mukmin ditimpa suatu kesulitan, niscaya Allah akan menjadikan sesudah kesulitan itu kelapangan karena sesungguhnya satu kesulitan tidak akan mampu mengalahkan dua kelapangan."

Ditemukan pula riwayat serupa yang disandarkan kepada sahabat-sahabat Nabi Muhammad SAW seperti Ibn ‘Abbas, Ibn Mas'ud dan lain-lain. Kemudahan berganda yang dijanjikan ini dapat diperoleh seseorang dalam kehidupan di dunia ini dan dapat pula dalam arti satu kemudahan di dunia dan satu lainnya di akhirat.

Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَيَقُوْلُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَوْلَا نُزِّلَتْ سُوْرَةٌ ۚفَاِذَآ اُنْزِلَتْ سُوْرَةٌ مُّحْكَمَةٌ وَّذُكِرَ فِيْهَا الْقِتَالُ ۙرَاَيْتَ الَّذِيْنَ فِيْ قُلُوْبِهِمْ مَّرَضٌ يَّنْظُرُوْنَ اِلَيْكَ نَظَرَ الْمَغْشِيِّ عَلَيْهِ مِنَ الْمَوْتِۗ فَاَوْلٰى لَهُمْۚ
Dan orang-orang yang beriman berkata, “Mengapa tidak ada suatu surah (tentang perintah jihad) yang diturunkan?” Maka apabila ada suatu surah diturunkan yang jelas maksudnya dan di dalamnya tersebut (perintah) perang, engkau melihat orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit akan memandang kepadamu seperti pandangan orang yang pingsan karena takut mati. Tetapi itu lebih pantas bagi mereka.

(QS. Muhammad ayat 20)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement