Rabu 10 Jan 2024 17:25 WIB

Kemenkes dan BPOM Benahi Sistem Pengawasan Obat

Sistem pengawasan obat dibenahi agar kasus gagal ginjal akut tidak terulang.

Red: Nora Azizah
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) akan membenahi dan memperkuat sistem pengawasan obat.
Foto: www.maxpixel.com
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) akan membenahi dan memperkuat sistem pengawasan obat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) akan membenahi dan memperkuat sistem pengawasan obat agar kasus Gagal Ginjal Akut Progresif Atifikal (GGAPA) tidak terulang kembali. "Tugas kami nanti bersama-sama dengan BPOM untuk memperbaiki sistemnya. Kalau bisa jangan ada lagi anak-anak Indonesia yang meninggal karena masalah seperti itu," ujar Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin di Kantor Kemenko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Jakarta, Rabu (10/1/2024).

Pernyataan Menkes tersebut disampaikan seusai menyerahkan bantuan bagi korban meninggal dan rawat jalan akibat gagal ginjal akut. Bantuan serta santunan diberikan kepada 218 keluarga korban meninggal dan 94 korban sembuh/dirawat. 

Baca Juga

Menkes Budi Gunadi mengatakan pemerintah memastikan biaya perawatan anak yang masih harus dirawat sepenuhnya ditanggung oleh pemerintah lewat BPJS Kesehatan. Selain itu, kata dia, pemerintah juga menanggung transportasi menuju rumah sakit bagi anak yang akan menjalani perawatan lanjutan.

"Jadi fasilitas BPJS itu mungkin lebih dari 2.000 rumah sakit itu sudah bekerja sama dengan BPJS. Jadi tidak harus dirujuk ke RSCM," katanya.

Plt Kepala BPOM Lucia Rizka Andalusia mengatakan perbaikan-perbaikan regulasi sudah dilakukan guna mencegah terjadinya kasus gagal ginjal akut. BPOM juga, kata dia, terus mengimbau kepada seluruh industri farmasi untuk patuh terhadap ketentuan yang berlaku. Menurut Lucia, berdasarkan pengawasan ada ketidakpatuhan dari industri farmasi untuk memenuhi standar-standar persyaratan. 

"Jadi kami sudah melakukan berbagai risk mitigation dan itu akan menjadi perbaikan ke depannya," kata Lucia.

KAsus GGAPA terjadi karena sejumlah penderita mengalami keracunan senyawa EG (Etilen glikol) dan DEG (Dietilen glikol) yang biasa dipakai sebagai pelarut dalam obat cair atau sirop. Penderita GGAPA tersebar di 27 provinsi dengan kasus tertinggi berada di DKI Jakarta.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement