REPUBLIKA.CO.ID, RABAT -- Pemerintah Maroko menyatakan siap mempertimbangkan petisi yang menyerukan pemutusan hubungan diplomatik dengan Israel. "Pemerintah siap mempertimbangkan petisi tersebut,” kata juru bicara pemerintah Mustafa Baytas seusai rapat kabinet.
Para pegiat HAM mengumumkan rencana mengajukan petisi yang menuntut pemerintah menghentikan normalisasi hubungan dengan Israel. Petisi adalah salah satu cara bagi rakyat Maroko untuk mendesak pemerintah agar mengesahkan kebijakan pemerintah atau membatalkan perjanjian.
BACA JUGA: Ternyata Ini Asal-Usul Doa Setelah Sholat Dhuha, Bermula dari Wanita Badui
Sebuah komisi bentukan pemerintah, dengan mempertimbangkan hukum Maroko, akan mempelajari petisi itu untuk apakah akan diterima atau ditolak. Petisi apa pun harus ditandatangani 5.000 orang agar dapat dipertimbangkan oleh komisi tersebut.
“Petisi digalang berdasarkan undang-undang 2011, yang memberikan kesempatan kepada warga negara untuk menyampaikan pendapatnya mengenai isu-isu pembangunan atau untuk meminta implementasi peraturan perundang-undangan dan hukum," kata Baytas.
Maroko adalah negara Arab keempat yang setuju menormalisasi hubungan dengan Israel pada 2020 setelah Uni Emirat Arab, Bahrain, dan Sudan.
Israel terus menggempur Jalur Gaza sejak serangan lintas batas oleh kelompok Palestina Hamas pada 7 Oktober. Sedikitnya 23.357 warga Palestina yang kebanyakan perempuan dan anak-anak gugur akibat serangan itu, sedangkan 59.410 lainnya terluka.
Sementara itu, sekitar 1.200 orang Israel diyakini tewas akibat serangan Hamas. Diperkirakan 85 persen warga Gaza telah mengungsi dan semuanya dalam kondisi rawan pangan, sedangkan ratusan ribu orang hidup tanpa tempat berlindung. Kurang dari setengah truk bantuan yang tiba di Gaza dibanding sebelum dimulai konflik.
BACA JUGA: Empat Kapal Perang Asing Kibarkan Merah Putih di Laut Mediterania