Kamis 11 Jan 2024 10:11 WIB

Tantangan Mahabesar WHO di Gaza

PBB menyuarakan kekhawatiran kemungkinan ambruknya rumah sakit di Gaza.

Rep: Lintar Satria/ Red: Setyanavidita livicansera
Truk warga Mesir yang membawa bantuan kemanusiaan memasuki Jalur Gaza setelah menjalani pemeriksaan keamanan di Penyeberangan Kerem Shalom, Rabu (10/1/ 2024).
Foto: EPA-EFE/ATEF SAFADI
Truk warga Mesir yang membawa bantuan kemanusiaan memasuki Jalur Gaza setelah menjalani pemeriksaan keamanan di Penyeberangan Kerem Shalom, Rabu (10/1/ 2024).

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Badan kesehatan PBB menyesalkan kurangnya akses untuk mengirimkan bantuan kemanusiaan yang sangat dibutuhkan masyarakat Gaza. Sebab pengeboman yang dilakukan Israel ke bagian selatan pemukiman Palestina itu semakin intensif.

"Mengirimkan bantuan ke Gaza terus menghadapi tantangan yang hampir tidak dapat diatasi," kata Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Ghebreyesus dalam konferensi pers di Jenewa, seperti dikutip Aljazirah, Rabu (10/1/2024). "Kami memiliki pasokan, tim dan rencana ke tempat yang tidak bisa kami akses," tambahnya.

Baca Juga

Tedros menekankan PBB dan mitra-mitranya masih "sepenuhnya siap" mengirimkan bantuan ke rakyat Palestina di Gaza. Pihak berwenang Israel berulang kali menolak tim bantuan PBB untuk mengirimkan bantuan kemanusiaan yang sangat dibutuhkan ke Gaza, memotong akses rumah sakit dan warga dari pasokan medis yang dapat menyelamatkan nyawa.

"Kami meminta Israel menyetujui permintaan WHO dan mitra-mitranya untuk mengirimkan bantuan kemanusiaan," kata Ghebreyesus. Koordinator Aktivitas Pemerintah Israel di Wilayah Palestina (COGAT) berulang kali menyalahkan WHO karena kegagalan mengirimkan pasokan cukup cepat.

Kepala COGAT Moshe Tetro membantah kemacetan berada di Israel karena mencegah bantuan masuk. "Masalahnya terletak pada proses organisasi internasional dan penerima bantuan," katanya pada The Times of Israel.

Perwakilan WHO untuk Daerah Pendudukan Palestina WHO Richard Peeperkorn mengklaim lembaga PBB beroperasi di 'ruang kemanusiaan yang terus menyusut'. "Seharusnya lebih banyak ruang tidak hanya untuk dapat masuk Gaza, tapi juga bekerja di dalam Gaza," katanya.

Ia menambahkan kooridor kemanusiaan bahkan tidak ada selama gencatan senjata. Badan kesehatan PBB mengatakan enam misi kemanusiaan ke Gaza utara, wilayah yang sudah sama sekali tidak memiliki sistem kesehatan, pada 26 Desember lalu dibatalkan karena tidak adanya izin yang diperlukan untuk melaksanakan misi dengan aman.

"Bila anda tidak mendapatkan izin, anda tidak dapat bergerak dan permintaan kami berulang kali ditolak," kata Peeperkorn. Hanya sepertiga rumah sakit Gaza yang sebagian atau sepenuhnya beroperasi.

Pejabat PBB menyuarakan kekhawatiran kemungkinan ambruknya rumah sakit di Gaza selatan dan tengah, saat pertempuran semakin intensif dan ratusan staf medis dan pasien melarikan diri dari fasilitas medis. "Masyarakat internasional tidak boleh mengizinkan hal ini terjadi di area tengah dan selatan," kata Peeperkorn.

Tiga rumah sakit terletak zona evakuasi yakin Rumah Sakit Eropa, Kompleks Medis Nasser dan Rumah Sakit Al-Aqsa menyediakan layanan kesehatan pada sekitar dua juta orang. Pada Rabu lalu, Aljazirah melaporkan ledakan di depan Rumah Sakit Al-Aqsa di Gaza tengah. Beberapa hari terakhir daerah sekitar rumah sakit dihujani serangan.

Koordinator tim medis darurat WHO di Gaza Sean Gasey memperingatkan Gaza tidak dapat bertahan bila harus kembali kehilangan infrastruktur kesehatan. "Kami tidak bisa kehilangan fasilitas-fasilitas kesehatan ini. Mereka juga harus dilindungi. Ini lini terakhir layanan kesehatan sekunder dan tersier yang dimiliki Gaza, dari utara sampai selatan, rumah sakit demi rumah sakit terus berjatuhan," katanya.

Pihak berwenang Palestina mengatakan sejauh ini sudah 23.357 orang tewas dan 59.410 lainnya terluka dalam serangan Israel ke Gaza. Kerusakan terbesar terjadi di beberapa infrastruktur vital seperti sistem penyaringan air.

Pakar epidemiologi penyakit menular WHO Maria Van Kerkhove mengatakan organisasi mendeteksi sejumlah indikator termasuk penyakit pernapasan dan diare, yang menjadi titik penyebaran penyakit di Gaza. "Ini manifestasi dari beberapa penyakit, tapi kami belum dapat mengetahuinya karena kami tidak memiliki akses untuk memeriksanya, saat kami sudah mengidentifikasi penyakitnya, kami sudah berada di tahap lanjut," katanya. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement