Kamis 11 Jan 2024 17:01 WIB

Rupiah Menguat di Tengah Sinyal Perlambatan Ekonomi Global pada 2024

Sinyal perlambatan sudah muncul sejak 2023, tapi angkanya terus direvisi ke bawah.

Teller memegang mata uang Dolar AS dan Rupiah di sebuah tempat penukaran uang, Jakarta, Rabu (6/7/2022).
Foto: ANTARA/Subur Atmamihardja
Teller memegang mata uang Dolar AS dan Rupiah di sebuah tempat penukaran uang, Jakarta, Rabu (6/7/2022).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nilai tukar (kurs) rupiah di akhir perdagangan Kamis (11/1/2024) ditutup menguat menjadi Rp 15.549 per dolar AS di tengah sinyal perlambatan ekonomi global 2024.

"Pemerintah tetap optimistis meski Bank Dunia merevisi ke bawah proyeksi ekonomi global 2024 dari 2,6 persen menjadi 2,4 persen," kata Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi dalam pernyataannya di Jakarta.

Baca Juga

Ibrahim menuturkan sinyal perlambatan ekonomi 2024 pada dasarnya memang sudah muncul sejak 2023, tapi angkanya terus direvisi ke bawah. Meski demikian, pemerintah telah mengantisipasi perlambatan global tersebut yang berpotensi mempengaruhi ekonomi Indonesia.

Sebab, hingga kini disrupsi mulai dari suplai barang, isu perubahan iklim, harga komoditas, dan pengetatan moneter memang menjadi faktor utama perlambatan ekonomi global. Untuk itu, dalam jangka pendek, pemerintah akan terus mendorong daya beli masyarakat dengan penyaluran bantuan sosial (bansos) berupa beras dan bahan pokok Mengingat hingga kuartal III 2023, bahwa produk domestik bruto (PDB) masih didominasi oleh konsumsi rumah tangga.

Sedangkan bantuan, akan dimulai dari kuartal I 2024, bukan pada akhir tahun seperti yang dilakukan pada 2023. Hal tersebut sebagai upaya untuk menjaga ekonomi Indonesia tetap sesuai target pemerintah di angka 5,2 persen pada 2024.

Bank Dunia meramalkan ekonomi Indonesia pada 2024 dan 2025 akan stabil di 4,9 persen, lebih rendah dari ramalan 2023 di angka 5 persen. Dengan adanya perlambatan ekonomi global, kinerja ekspor diprediksi akan menurun.

Terlebih, Bank Dunia memprediksikan ekonomi untuk pangsa pasar ekspor utama Indonesia, yaitu Tiongkok, dalam dua tahun ini akan terus melambat. Pada 2024 menjadi 4,5 persen, turun dari estimasi 2023 sebesar 5,2 persen dan terus menurun pada 2025 menjadi 4,3 persen.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), neraca perdagangan kumulatif Indonesia sepanjang Januari hingga November 2023 turun 16,91 miliar dolar AS dari periode yang sama pada 2022. Neraca perdagangan barang kembali mengalami surplus selama 43 bulan berturut-turut meskipun lebih rendah dibandingkan dengan bulan yang sama tahun lalu.

Di sisi lain, pasar sekarang menunggu data utama indeks harga konsumen (IHK) Amerika Serikat (AS) untuk bulan Desember 2023, yang akan dirilis hari ini. Inflasi IHK umum diperkirakan sedikit meningkat, sementara IHK inti diperkirakan terus turun. Inflasi diperkirakan akan tetap jauh di atas target tahunan bank sentral AS atau The Fed sebesar 2 persen, dan ditambah dengan tanda-tanda ketahanan pasar tenaga kerja baru-baru ini, menjadi pertanda buruk bagi ekspektasi penurunan suku bunga lebih awal.

Pada penutupan perdagangan Kamis, rupiah meningkat 21 poin atau 0,13 persen menjadi Rp 15.549 per dolar AS dari sebelumnya sebesar Rp 15.570 per dolar AS. Kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia pada Kamis juga naik ke posisi Rp 15.558 per dolar AS dari posisi sebelumnya Rp 15.568 per dolar AS.

 

sumber : ANTARA
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement