Kamis 11 Jan 2024 17:24 WIB

Menghadiahkan Doa kepada Orang yang Sudah Wafat, Apakah Bisa?

menghadiahkan doa kepada yang Sudah wafat dapat dilakukan.

Rep: Rahmat Fajar/ Red: Erdy Nasrul
Ilustrasi sholat ghaib dan mendoakan warga Palestina yang dibantai Israel.
Foto: ANTARA FOTO/Prasetia Fauzani
Ilustrasi sholat ghaib dan mendoakan warga Palestina yang dibantai Israel.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Setiap malam Jumat, banyak aktivitas umat Islam Indonesia melakukan ritual mendoakan orang yang telah meninggal. Mereka mendatangi makam-makam para wali dan berdoa dengan harapan mendapatkan barokah. Selaib itu, setiap malam Jumat banyak umat Islan membaca tahlik untuk mendoakan kerabatnya yang telah meninggalkan.

Bolehkah memberikan hadiah doa kepada orang mati? Apakah hadiah dari orang yang masih hidup akan sampai kepada mereka yang telah meninggal?

Baca Juga

Mahbub Maafi dalam bukunya "Tanya Jawab Fikih Keseharian" menjelaskan hubungan orang yang masih hidup dengan mereka yang telah meninggal sejatinya masih tersambung. Orang yang meninggal tetap membutuhkan hadiah dari yang masih di dunia. Namun hadiah yang mereka bukan lagi materi melainkan doa dan dimohonkan ampunan kepada Allah.

Sebuah riwayat yang dikemukakan oleh ulama besar Nusantara Syekh Nawawi al-Bantani menerangkan bagaimana kondisi manusia ketika meninggal. Dalam riwayat tersebur menerangkan bahwa mereka seperti orang yang tengah meninggal dan meminta pertolongan. Maka mereka mengharapkan pertolongan kepada manusia yang masih hidup yakni anak dan kerabat lainnya.

"Diriwayatkan dari Nabi saw, beliau bersabda, 'tidak ad! mayit yang berada dalam kuburnya kecuali ia seperti orang tenggelam yang meminta pertolongan' 

Dari riwayat yang dikemukakan oleh Syeikh Nawawi tersebut, kata Mahbub, betapa sangat mengharapkannya orang yang telah meninggal pertolongan melalui doa. Dalil tersebut juga diperkuat oleh ayat 10 surah al-Hasyr yaitu:

وَالَّذِيْنَ جَاۤءُوْ مِنْۢ بَعْدِهِمْ يَقُوْلُوْنَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِاِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِالْاِيْمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلًّا لِّلَّذِيْنَ اٰمَنُوْا رَبَّنَآ اِنَّكَ رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ

Wal-lażīna jā'ū mim ba‘dihim yaqūlūna rabbanagfir lanā wa li'ikhwāninal-lażīna sabaqūnā bil-īmāni wa lā taj‘al fī qulūbinā gillal lil-lażīna āmanū rabbanā innaka ra'ūfur raḥīm(un).

Artinya: "Orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Ansar) berdoa, “Ya Tuhan kami, ampunilah kami serta saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu daripada kami dan janganlah Engkau jadikan dalam hati kami kedengkian terhadap orang-orang yang beriman. Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.”

Tafsir tahilili dalam Quran Kemenag menjelaskan tentang ayat tersebut. Ayat ini menerangkan bagaimana kaum Muslimin yang datang setelah kaum Muhajirin dan Ansar mendoakan mereka sampai hari kiamat. Orang yang hidup setelah generasi Muhajirin dan Ansar mendoakan ampunan kepada mereka. 

Menurut tafsir tersebut ada tigal hal penting yang terkandung yaitu jika seseorang berdoa maka doa tersebut dimulai untuk diri sendiri sebelum ke orang lain. Kemudian ayat tersebut juga mengandung makna bahwa sesama Muslim bersaudara. Mereka saling mendoakan agar diampuni dosa-dosanya. Dan yang terakhir wajib mencintai sahabat Rasulullah saw. Kaum Muslimin harus mencontoh hubungan persaudaraan antara kaum Muhajirin dan Ansar.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement