REPUBLIKA.CO.ID, DEN HAAG – Tim hukum Afrika Selatan (Afsel) memaparkan bukti dugaan genosida yang dilakukan Israel di Jalur Gaza dalam persidangan di Mahkamah Internasional (ICJ) di Den Haag, Belanda, Kamis (11/1/2024). Selain tindakan, Afsel menunjukkan pernyataan pejabat pemerintah dan militer Israel yang menegaskan bahwa mereka memiliki intensi melakukan genosida terhadap warga Palestina di Gaza.
Adila Hassim, seorang pengacara yang mewakili Afsel, mengatakan kepada panel hakim ICJ bahwa Israel telah melanggar Pasal II Konvensi Genosida. Hal itu mencakup “pembunuhan massal” terhadap warga Palestina di Gaza. “Israel mengerahkan 6.000 bom per pekan. Tidak ada yang selamat. Bahkan bayi yang baru lahir pun tidak. Para pemimpin PBB menggambarkannya sebagai kuburan anak-anak,” ujar Hassim, dikutip laman Aljazirah.
“Tidak ada yang bisa menghentikan penderitaan ini, kecuali perintah dari pengadilan ini,” tambah Hashim. Pengacara lain yang mewakili Afsel, Tembeka Ngcukaitobi, mengatakan, menangani isu intensi genosida Israel terhadap warga Palestina di Gaza biasanya merupakan hal yang paling sulit dibuktikan.
Namun dia menekankan, para pejabat dan militer Israel telah menunjukkan intensi tersebut. “Para pemimpin politik Israel, komandan militer, dan orang-orang yang memegang posisi resmi telah secara sistematis dan eksplisit menyatakan niat mereka untuk melakukan genosida,” ucap Ngcukaitobi.
“Pernyataan ini kemudian diulangi oleh tentara di Gaza saat mereka terlibat dalam penghancuran warga Palestina dan infrastruktur fisik Gaza,” tambah Ngcukaitobi. Ia kemudian menyoroti pernyataan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada 28 Oktober 2023.
Kala itu Netanyahu mendesak pasukan darat Israel yang bersiap memasuki Gaza untuk “mengingat apa yang telah dilakukan Amalek terhadap Anda”. “Ini mengacu pada perintah Tuhan dalam Alkitab kepada Saul untuk melakukan pembalasan terhadap penghancuran seluruh kelompok orang,” ucapnya.
“Bukti niat genosida tidak hanya mengerikan, tapi juga sangat banyak dan tidak dapat disangkal,” tambah Ngcukaitobi. ICJ akan melanjutkan persidangan dugaan genosida Israel pada Jumat (12/1/2024). Dalam persidangan kedua, perwakilan Israel akan mengajukan argumentasi untuk membantah tuduhan Afsel.
Keputusan ICJ nantinya bersifat mengikat. Namun kemampuan ICJ untuk menegakkan atau menerapkan keputusannya sangat kecil. Hingga saat ini Israel masih menggempur dan membombardir Gaza.
Jumlah warga Gaza yang terbunuh akibat serangan Israel sudah melampaui 23 ribu jiwa. Kebanyakan dari korban meninggal adalah perempuan dan anak-anak.
Diwarnai Unjuk Rasa
Ratusan orang menggelar unjuk rasa di sela-sela persidangan dugaan genosida Israel di ICJ. Mereka menyerukan agar genosida yang dilakukan Israel di Gaza dihentikan. “Saya di sini karena saya harus menyaksikan anak-anak dibunuh setiap hari selama tiga bulan, dan genosida terjadi tanpa mendapat hukuman. Saya sangat menentang hal itu,” ujar Johanna, salah seorang pengunjuk rasa, saat diwawancara Anadolu Agency.
Pengunjuk rasa lainnya, Ariana, mengatakan, kekejaman Israel di Gaza tidak bisa lagi dibiarkan. “Kita telah menyaksikan pembunuhan, pembantaian selama beberapa bulan terakhir, dan dalam 50, 60, 70 tahun terakhir, kita telah menyaksikan hal-hal mengerikan terjadi di Gaza,” ujarnya.
Ariana menekankan, dunia tak boleh lagi mentoleransi perbuatan Israel. Dia pun menyampaikan terima kasih kepada Afsel karena telah mengajukan kasus dugaan genosida Israel di Gaza ke ICJ.
Alanna O’Malley, seorang profesor PBB dan sejarah internasional, mengatakan, kasus dugaan genosida Israel yang dibawa Afsel ke ICJ adalah kasus bersejarah. “Kami melihat dari pemanggilan berbagai pasal Konvensi Genosida oleh tim hukum Afsel tentang cara mereka mengajukan kasus ini secara struktural,” katanya di luar pengadilan ICJ di Den Haag