REPUBLIKA.CO.ID, GAZA – Israel terus melanjutkan pembantaian warga Palestina di Jalur Gaza saat sedang menghadapi kasus dugaan genosida di Mahkamah Internasional (ICJ). Ketika persidangan perdana di ICJ digelar di Den Haag, Belanda, pada Kamis (11/1/2024) lalu, Israel tetap meluncurkan serangan udara ke sejumlah wilayah di Gaza.
Pada Kamis lalu, permukiman di lingkungan Shawka, sebelah timur kota Rafah di Jalur Gaza selatan, dihantam serangan udara Israel. Setidaknya sembilan warga sipil terbunuh akibat serangan tersebut. “Masyarakat Bulan Sabit Merah Palestina melaporkan, timnya mengangkut sembilan korban setelah serangan Israel terhadap rumah keluarga Abu Seneima di lingkungan tersebut. Serangan Israel membuat rumah itu menjadi puing-puing,” kata kantor berita Palestina, WAFA, dalam laporannya.
Pada Kamis malam, Israel juga melancarkan serangan ke lingkungan Al-Manara di Kahn Younis di selatan Jalur Gaza. Serangan itu menargetkan sebuah kendaraan dan warga sipil yang berusaha menyelamatkan korban luka. Setidaknya delapan orang terbunuh akibat serangan Israel ke area tersebut.
Selain itu, militer Israel juga menyerang gedung Hassan di dekat Jalan Jalal di Khan Younis, yang merupakan lokasi fasilitas komersial. Menurut laporan WAFA, lebih dari 23.500 warga Gaza telah terbunuh sejak Israel memulai agresinya pada 7 Oktober 2023. Sebagian besar korban jiwa adalah perempuan dan anak-anak. Sementara korban luka melampaui 56 ribu orang.
Sementara itu persidangan perdana kasus dugaan genosida Israel di Gaza telah digelar pengadilan ICJ di Den Haag, Belanda, Kamis lalu. Pada hari pertama persidangan, tim hukum Afsel memaparkan bukti yang menunjukkan bahwa Israel memiliki niat dan terlibat kejahatan genosida di Gaza.
Adila Hassim, seorang pengacara yang mewakili Afsel, mengatakan kepada panel hakim ICJ bahwa Israel telah melanggar Pasal II Konvensi Genosida. Hal itu mencakup “pembunuhan massal” terhadap warga Palestina di Gaza. “Israel mengerahkan 6.000 bom per pekan. Tidak ada yang selamat. Bahkan bayi yang baru lahir pun tidak. Para pemimpin PBB menggambarkannya sebagai kuburan anak-anak,” ujar Hassim, dikutip laman Aljazirah.
“Tidak ada yang bisa menghentikan penderitaan ini, kecuali perintah dari pengadilan ini,” tambah Hashim. Pengacara lain yang mewakili Afsel, Tembeka Ngcukaitobi, mengatakan, menangani isu intensi genosida Israel terhadap warga Palestina di Gaza biasanya merupakan hal yang paling sulit dibuktikan.
Namun dia menekankan bahwa para pejabat dan militer Israel telah menunjukkan intensi tersebut. “Para pemimpin politik Israel, komandan militer, dan orang-orang yang memegang posisi resmi telah secara sistematis dan eksplisit menyatakan niat mereka untuk melakukan genosida,” ucap Ngcukaitobi.
Ia menyoroti pernyataan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada 28 Oktober 2023. Kala itu Netanyahu mendesak pasukan darat Israel yang bersiap memasuki Gaza untuk “mengingat apa yang telah dilakukan Amalek terhadap Anda”. “Ini mengacu pada perintah Tuhan dalam Alkitab kepada Saul untuk melakukan pembalasan terhadap penghancuran seluruh kelompok orang,” kata Ngcukaitobi.
ICJ akan melanjutkan persidangan dugaan genosida Israel pada Jumat (12/1/2024). Dalam persidangan kedua, perwakilan Israel akan mengajukan argumentasi untuk membantah tuduhan Afsel. Keputusan ICJ nantinya bersifat mengikat. Namun kemampuan ICJ untuk menegakkan atau menerapkan keputusannya sangat kecil.