Jumat 12 Jan 2024 14:25 WIB

Seruan Tolak RUU Anti-Boikot Israel Menggema di Inggris Raya

Parlemen menyebut RUU tersebut untuk menghapuskan anti-semit.

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Lida Puspaningtyas
Protesters wear Guy Fawkes masks during a rally in solidarity with Palestinian people in Depok, West Java, Indonesia, 06 January 2024. Hundreds of anti-Israel protesters staged a rally demanding the world to take actions to stop the war in Gaza. Thousands of Israelis and Palestinians have died since the militant group Hamas launched an unprecedented attack on Israel from the Gaza Strip on 07 October, and the Israeli strikes on the Palestinian enclave which followed it.
Foto: EPA-EFE/MAST IRHAM
Protesters wear Guy Fawkes masks during a rally in solidarity with Palestinian people in Depok, West Java, Indonesia, 06 January 2024. Hundreds of anti-Israel protesters staged a rally demanding the world to take actions to stop the war in Gaza. Thousands of Israelis and Palestinians have died since the militant group Hamas launched an unprecedented attack on Israel from the Gaza Strip on 07 October, and the Israeli strikes on the Palestinian enclave which followed it.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ratusan pengunjuk rasa berkumpul di luar parlemen Inggris pada Rabu (10/1/2024) untuk menyatakan penolakan keras mereka terhadap RUU anti-boikot kontroversial, yang bertujuan membatasi badan-badan publik melakukan kampanye keuangan terhadap negara dan wilayah asing.

Protes tersebut bertepatan dengan debat parlemen mengenai pembahasan ketiga RUU tersebut, di mana para pegiat mengkritik partai Konservatif dan Partai Buruh karena kegagalan mereka dalam mengadvokasi gencatan senjata di Gaza meskipun jumlah korban jiwa di Palestina meningkat.

Baca Juga

Para pengunjuk rasa meneriakkan slogan-slogan anti-Israel sambil mengibarkan bendera Palestina dan memegang poster yang bertuliskan "Tidak ada gencatan senjata, tidak ada pemungutan suara", "Kami memilih hidup daripada mati", dan "Rishi Sunak, Anda tidak dapat bersembunyi, kami akan menuduh Anda melakukan genosida."

Salah satu pendiri kelompok Yahudi Inggris Na'amod, Em Hilton, prihatin atas upaya pemerintah untuk menggunakan politik untuk mengganggu solidaritas kepada Palestina.

Dalam pidatonya di hadapan massa, ia menekankan perlunya melindungi hak untuk melakukan protes dan memastikan pembelaan hak asasi manusia Palestina tidak dikriminalisasi atau ditekan.

"Sangat mengejutkan pemerintah memilih untuk mengajukan kembali rancangan undang-undang yang tidak hanya bertujuan untuk membatasi hak kolektif kita untuk melakukan protes, tetapi juga jelas merupakan serangan langsung terhadap gerakan solidaritas Palestina," ujar Hilton seperti dilansir Republika dari AA pada Jumat (13/1/2024).

Hilton mengaku terkejut dengan sikap pemerintah Inggris. Hilton menyebut pemerintah Inggris tidak bisa menggunakan dalih melawan antisemitisme dengan menekan solidaritas untuk Palestina.

Anggota parlemen dari Partai Nasional Skotlandia (SNP) Tommy Sheppard, yang juga berbicara di hadapan massa, mengecam keras undang-undang tersebut. Tommy mengatakan undang-undang tersebut menghalangi orang untuk terlibat dalam protes tanpa kekerasan.

Tommy menggambarkan waktu penerapan RUU tersebut sebagai sesuatu yang sangat aneh di tengah bencana kemanusiaan yang sedang berlangsung di Gaza. Tommy berjanji seluruh anggota parlemen SNP akan memberikan suara menentang RUU tersebut.

"Untuk pertama kalinya dalam sejarah kita, undang-undang mencegah masyarakat melakukan protes tanpa kekerasan terhadap sesuatu yang mereka yakini," ucap Tommy.

Tommy menilai UU ini akan mencegah perwakilan terpilih di seluruh negeri ini untuk mengeluarkan dan menghormati pandangan orang-orang yang memilih mereka. Hal ini akan memberikan keistimewaan penuh terhadap Israel sebagai hal yang tidak boleh mendapat kritik.

"Ini adalah undang-undang yang buruk. RUU ini harus dibatalkan. Atas nama Partai Nasional Skotlandia, setiap anggota parlemen kita di sana malam ini akan memberikan suara menentang RUU ini, seperti yang telah kita lakukan sebelumnya secara konsisten," tegas Tommy.

RUU tersebut berhasil diajukan dari House of Commons atau Majelis Parlemen Inggris Raya setelah disahkan dengan suara 282 berbanding 235, dan telah diteruskan ke House of Lords untuk dipertimbangkan lebih lanjut

RUU Anti-Boikot mendapat dukungan luas dari 279 anggota Partai Konservatif, serta dukungan dari dua anggota independen dan satu perwakilan Partai Unionis Demokrat dari Irlandia Utara.

Namun, tidak semua orang di parlemen mendukungnya. Anggota Partai Buruh yang berjumlah 162 orang, 40 orang dari SNP, 13 orang dari Partai Demokrat Liberal, dan delapan orang dari Partai Konservatif memberikan suara menentang usulan undang-undang tersebut.

Langkah selanjutnya melibatkan musyawarah di House of Lords. Jika disetujui di majelis itu, RUU tersebut harus mendapat persetujuan Raja Charles III. House of Lords mempunyai wewenang untuk mengembalikan RUU tersebut ke House of Commons untuk ditinjau lebih lanjut.

Ketua Eksekutif Amnesty International Inggris, Sacha Deshmukh, menyebut RUU tersebut kejam dan memperingatkan RUU tersebut akan menghambat kebebasan berpendapat di kalangan anggota badan publik. Deshmukh menyatakan keprihatinannya bahwa tujuan sebenarnya dari RUU tersebut untuk membuat masyarakat takut untuk menyampaikan pandangan mereka mengenai isu-isu seperti krisis hak asasi manusia di Gaza, Palestina.

Pembacaan ketiga RUU ini terjadi di tengah meluasnya perdebatan publik mengenai posisi pemerintah Inggris dalam krisis Gaza, dengan meningkatnya penolakan terhadap kegagalan Inggris untuk secara tegas menyerukan gencatan senjata segera.

Amnesty International meminta para menteri untuk mengatasi blokade Gaza, menghentikan pengiriman senjata ke Israel, dan mendukung penyelidikan Pengadilan Kriminal Internasional terhadap pelanggaran hak asasi manusia di Wilayah Pendudukan Palestina.

"RUU anti-boikot akan menghalangi badan-badan publik untuk memanfaatkan kebijakan pengadaan dan investasi untuk menghalangi perusahaan melakukan bisnis dengan pemukiman ilegal Israel di Wilayah Pendudukan Palestina, sehingga menimbulkan pertanyaan tentang sanksi terhadap upaya untuk mengatasi masalah ini," kata Deshmukh.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement