REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Corak masyarakat Islam Indonesia berbeda dengan negara-negara Islam lainnya. Di antara praktik yang dengan lumrah disaksikan adalah mencium tangan kiai, habib, dan ustadz. Mereka bahkan saling berebut ketika berjumpa dengan para alim ulama tersebut.
Mereka merasakan kepuasaan sendiri ketika berhasil menggapai tangan yang dianggap alim dalam ilmu agama. Bagaimana sejatinya Islam memandang mencium tangan kiai, habib atau ustadz? Sebab ada sebagian orang yang mempertanyakan tindakan mereka karena dianggap mengkultuskan.
Mahbub Maafi dalam bukunya Tanya Jawab: Fikih Keseharian menjelaskan mencium tangan seseorang yang dianggap alim dalam ilmu agama bukan berarti mengkultuskan. Sebab di zaman Rasul, para sahabat pernah mencium tangan Rasulullah.
Seperti yang dilakukan Ibnu Umar ra. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud: Diriwayatkan dari Ibnu Umar ra. bahwa ia pernah ikut dalam salah satu pasukan infanteri Rasulullah saw. kemudian ia menuturkan sebuah kisah dan berkata, "kemudian kami mendekati Nabi saw. dan mengecup tangannya." (Al-Mausu'ah al-Fiqliyyah al-Kuwatiyyah, Kuwait Dar-as-Salasil, cet ke-2, juz XIII,h.131).
Mahbub juga mengutip pendapat Muhyiddin Syarf an-Nawawi dalam kitab al-Majmu' as-Syarh al-Muhadzdzab bahwa hukumnya sunah mencium tangan orang saleh, zuhud, alim dan orang ahli akhirat. Namun, akan menjadi makruh jika perbuatan tersebut dilakukan karena hanya harta yakni orang kaya.
Selanjutnya...