Sabtu 13 Jan 2024 18:02 WIB

Inggris: Serangan ke Yaman Legal

Inggris sebut serangan tersebut adalah balasan sergapan Houthi di Laut Merah.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Teguh Firmansyah
Citra satelit pada hari Jumat, 12 Januari 2024 yang disediakan oleh Maxar Technologies menunjukkan gambaran umum tempat perlindungan yang hancur di lapangan terbang Hudaydah di Yaman.
Foto: Maxar Technology via AP
Citra satelit pada hari Jumat, 12 Januari 2024 yang disediakan oleh Maxar Technologies menunjukkan gambaran umum tempat perlindungan yang hancur di lapangan terbang Hudaydah di Yaman.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON – Menteri Luar Negeri Inggris David Cameron membantah anggapan yang memandang serangan negaranya dan Amerika Serikat (AS) ke Yaman adalah sebuah pelanggaran. Dia mengklaim, serangan tersebut legal dan diperlukan karena kelompok Houthi terus menyerang kapal-kapal dagang di Laut Merah.

“Ya, serangan ini perlu, sah, proporsional, dan benar. Kita telah melihat 26 serangan terhadap kapal di Laut Merah. Dan ini tidak bisa diterima. Dan tindakan ini adalah tindakan yang benar,” kata Cameron saat diwawancara Al Arabiya, Jumat (12/1/2024).

Baca Juga

Dia menjelaskan, sebelum serangan ke Yaman dilancarkan, Inggris dan AS telah memberikan beberapa peringatan. Cameron pun menyinggung tentang telah diadopsinya resolusi di Dewan Keamanan PBB yang menyerukan agar Houthi menghentikan serangannya terhadap kapal-kapal dagang di Laut Merah. “Namun serangan masih terus berlanjut. Itu sebabnya kami mengambil tindakan (serangan) ini,” ujarnya.

“Hal ini mengirimkan pesan yang paling jelas kepada Houthi bahwa tindakan tersebut tidak dapat diterima dan bahwa kami akan bertindak untuk membela diri. Dan apa yang mereka lakukan itu salah,” tambah Cameron.

Cameron mengatakan, akan ada penilaian tentang efektivitas serangan ke Yaman. Dia menekankan bahwa serangan itu telah memberi pesan yang sangat jelas. “Sekarang Houthi harus mengindahkan pesan itu dan menyadari bahwa serangan yang mereka lakukan tidak dapat diterima dan tidak akan dibiarkan tanpa jawaban,” ucapnya.

Pada Jumat kemarin, Houthi mengumumkan bahwa serangan udara yang dilancarkan AS dan Inggris ke Yaman membunuh sedikitnya lima orang dan melukai enam lainnya. Houthi menegaskan, mereka akan membalas serangan tersebut. 

“Musuh Amerika dan Inggris memikul tanggung jawab penuh atas agresi kriminalnya terhadap rakyat Yaman, dan hal ini tidak akan dibiarkan begitu saja dan tidak dihukum,” kata juru bicara militer Houthi Brigadir Jenderal Yahya Saree dalam sebuah pernyataan video, dikutip laman Al Arabiya.

Dia mengungkapkan, AS dan Inggris meluncurkan 73 serangan ke lima wilayah yang dikendalikan Houthi, termasuk ibu kota Sanaa. Namun Saree tidak menjelaskan situs atau fasilitas milik Houthi apa saja yang terdampak serangan AS dan Inggris.

Sementara itu juru bicara Houthi, Mohammed Abdulsalam, mengatakan, tidak ada pembenaran atas serangan AS dan Inggris ke negaranya. Dia menegaskan bahwa kejadian itu tidak akan menghentikan Houthi menyerang kapal-kapal dagang milik atau menuju pelabuhan Israel yang melintasi Laut Merah.

Pada Kamis (11/1/2024) malam lalu, AS dan Inggris melancarkan serangan udara ke beberapa wilayah di Yaman, termasuk ibu kota Sanaa. Mereka membidik fasilitas-fasilitas milik kelompok Houthi. Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin mengungkapkan, dalam serangan tersebut militer negaranya menargetkan fasilitas yang terkait dengan kendaraan udara tak berawak atau drone, rudal balistik dan jelajah, serta kemampuan radar pesisir dan pengawasan udara milik Houthi. “AS mempertahankan haknya untuk membela diri dan, jika perlu, kami akan mengambil tindakan lanjutan untuk melindungi pasukan AS,” kata Austin.

Sementara itu, Presiden AS Joe Biden mengatakan, negaranya meluncurkan serangan ke Yaman karena kelompok Houthi yang berbasis di negara tersebut telah membahayakan personel AS, perdagangan, dan mengancam kebebasan navigasi di Laut Merah. Dia menekankan, AS tidak akan ragu mengambil langkah lebih lanjut untuk melindungi kepentingannya.

“Serangan (ke Yaman) ini merupakan respons langsung terhadap serangan-serangan Houthi yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap kapal maritim internasional di Laut Merah, termasuk penggunaan rudal balistik anti-kapal untuk pertama kalinya dalam sejarah,” kata Biden dalam sebuah pernyataan yang dirilis Gedung Putih, Jumat lalu.

“Serangan-serangan ini telah membahayakan personel AS, pelaut sipil, dan mitra kami, membahayakan perdagangan, dan mengancam kebebasan navigasi,” tambah Biden.

Dia mengungkapkan, serangan ke sejumlah titik di Yaman yang menargetkan fasilitas Houthi dilakukan AS dan Inggris, dengan dukungan dari Australia, Bahrain, Kanada, serta Belanda. Biden menegaskan, dia tidak akan ragu mengambil langkah lebih lanjut terhadap Houthi.

Sejak 19 November 2023, kelompok Houthi telah meluncurkan puluhan serangan rudal dan drone ke kapal-kapal komersial yang melintasi Laut Merah. Houthi mengklaim mereka hanya membidik kapal-kapal milik atau menuju pelabuhan Israel. Serangan terhadap kapal-kapal tersebut merupakan bentuk dukungan Houthi terhadap perjuangan dan perlawanan Palestina.

Sejak Houthi aktif menyerang kapal-kapal di Laut Merah, sejumlah perusahaan kargo memutuskan untuk menghindari wilayah perairan tersebut. Perubahan jalur laut dengan menghindari pelayaran melintasi Laut Merah dapat menyebabkan penundaan pengiriman kargo dan memicu kenaikan ongkos pengiriman. Hal itu karena Laut Merah merupakan jalur terpendek antara Asia dan Eropa melalui Terusan Suez. Laut Merah adalah salah satu jalur laut yang paling sering digunakan di dunia untuk pengiriman minyak dan bahan bakar.

Pada 18 Desember 2023 lalu, Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin mengumumkan peluncuran Operation Prosperity Guardian (OPG). Dia mengatakan, OPG dibentuk sebagai respons atas serangan Houthi terhadap kapal-kapal komersial di Laut Merah. Negara-negara yang tergabung dalam satgas maritim OPG antara lain Inggris, Bahrain, Kanada, Prancis, Italia, Belanda, Norwegia, Seychelles, dan Spanyol.

Sementara itu, kelompok Houthi menyampaikan, pembentukan satgas maritim oleh AS dan sekutunya tidak akan mengubah sikap serta dukungan mereka untuk Palestina.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement