Ahad 14 Jan 2024 11:54 WIB

Temuan PPATK Diduga Buktikan Mahalnya Politik di Indonesia

Pengamat sebut temuan PPATK tentang aliran dana Rp 195 miliar bukti mahalnya politik.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Bilal Ramadhan
Ilustrasi Aliran Dana. Pengamat sebut temuan PPATK tentang aliran dana Rp 195 miliar bukti mahalnya politik.
Foto: Mgrol101
Ilustrasi Aliran Dana. Pengamat sebut temuan PPATK tentang aliran dana Rp 195 miliar bukti mahalnya politik.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Centre for Indonesia Strategic Actions, Herry Mendrofa merespons laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengenai temuan aliran dana Rp 195 miliar ke 21 rekening bendahara partai politik. Dana itu didata PPATK berasal dari luar negeri.

Herry mengingatkan persoalan ini menjadi persoalan serius. Herry mendorong temuan ini harus segera untuk disikapi karena bisa mengganggu agenda demokrasi dan Pemilu 2024.

Baca Juga

"Saat ini momentum politik, Pemilu sedang berlangsung, sangat disayangkan jika indikasi temuan PPATK ini mengarah pada tindak pidana korupsi, maka demokrasi di Indonesia yang dipertaruhkan," kata Herry saat dikonfirmasi pada Ahad (14/1/2024).

Herry mengamati kondisi yang mengarah pada tindak pidana korupsi ini bisa menganggu pelaksanaan Pemilu. Apalagi kalau petinggi parpol dihadapkan pada pemeriksaan kasus per kasus di saat mereka fokus memenangkan partainya.

"Nantinya jika ini benar dan terbukti, pasti menyita waktu, karena kasus per kasus harus diperiksa dan ini kan menyita waktu. Artinya bisa mengganggu penyelenggaraan," ujar Herry.

Herry mendorong temuan ini dipelajari lebih dulu dengan baik. Hal ini guna memastikan apakah terjadi tindak pidana korupsi atau tidak.

"Maka penting dilakukan pengecekan juga, ini kan masuk isu dan asumsi, baru temuan awal belum tentu benar juga, dan baiknya dilakukan lebih intensif setelah Pemilu 2024 berlangsung," ujar Herry.

Herry juga menduga transaksi ini justru memperlihatkan kepada publik bahwa demokrasi Indonesia bernilai tinggi secara finansial.

"Fenomena ini dapat diterjemahkan oleh publik bahwa memang benar, realitanya demokrasi kita costnya tinggi. Perlu penataan ulang dan bahkan dijadikan autokritik agar kedepannya tidak seperti demikian," ucap Herry.

Sebelumnya, Rabu (10/1), Kepala PPATK Ivan Yustiavandana membeberkan adanya temuan soal penerimaan dana senilai ratusan miliar rupiah yang berasal dari luar negeri dalam transaksi rekening bendahara 21 partai politik sepanjang tahun 2022—2023.

Dalam temuannya, Ivan menyebut terdapat 8.270 transaksi dari 21 partai politik pada tahun 2022. Penerimaan makin meningkat, atau menjadi 9.164 transaksi pada tahun 2023.

"Mereka juga termasuk yang kita ketahui telah menerima dana dari luar negeri. Pada tahun 2022, penerimaan dananya hanya Rp 83 miliar, pada tahun 2023 meningkat menjadi Rp 195 miliar," katanya.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI telah menetapkan peserta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2024, yakni pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar nomor urut 1, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka nomor urut 2, dan Ganjar Pranowo-Mahfud Md nomor urut 3.

KPU juga telah menetapkan masa kampanye mulai 28 November 2023 hingga 10 Februari 2024, kemudian jadwal pemungutan suara pada tanggal 14 Februari 2024.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement