REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Eks Pegawai KPK yang tergabung dalam IM57+ Institute mengungkapkan betapa berbahayanya temuan kucuran dana dari luar negeri ke 21 rekening bendahara partai politik (parpol) di Tanah Air. Apalagi alirannya disebut mengalir di saat momentum Pemilu 2024.
Tanggapan IM57+ Institute terkait laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengenai temuan aliran dana Rp 195 miliar ke 21 rekening bendahara parpol. Dana itu didata PPATK berasal dari luar negeri.
"Dari sisi risiko, data tersebut menunjukkan dua indikasi risiko besar dalam pencucian uang, yaitu berasal dari luar negeri dan dialirkan pada waktu masa kampanye," kata Ketua IM57+ Institute Mochamad Praswad Nugraha kepada Republika, Ahad (14/1/2024).
IM57+ Institute mengendus dugaam pencucian uang atas temuan PPATK itu. Sebab IM57+ Institute menganalisis pola melarikan uang ke luar negeri dalam bentuk investasi dan mengembalikan ke Indonesia adalah proses lazim dan klasik dalam pencucian uang.
"Terlebih, aliran uang tersebut seakan kembali ke Indonesia pada saat kampanye dilakukan dimana terdapat kebutuhan tinggi transaksional politik," ujar Praswad.
IM57+ Institute merujuk data dari Anti-Money Laundering Index 2022 asal Basel Institute yang menunjukkan Indonesia masih memiliki risiko rawan dalam pencucian uang. Apalagi yang berasal dari kejahatan asal sumber daya alam (SDA).
"Kejahatan SDA memiliki potensi kaitan erat dengan politik," ujar Praswad.
Oleh karena itu, IM57+ Institute mendorong aparat penegak hukum (APH) mengusut temuan ini secara imparsial. Bekal imparsialitas penting bagi APH di tengah hajatan politik.
"Langkah tindak lanjut dengan mengutamakan indepedensi dari penegak hukum menjadi penting pada penanganan temuan tersebut," ucap Praswad.
IM57+ Institute juga menyadari pengusutan temuan ini berpotensi menimbulkan kegaduhan politik. Hanya saja, IM57+ Institute mengingatkan tanpa tindak lanjut APH maka dapat mengakibatkan persoalan serius.
"Temuan tersebut hanya akan menjadi wacana media tanpa tindak lanjut yang kongkret dan political corruption berpotensi terus terjadi," ujar Praswad.
Sebelumnya, Rabu (10/1/2024), Kepala PPATK Ivan Yustiavandana membeberkan adanya temuan soal penerimaan dana senilai ratusan miliar rupiah yang berasal dari luar negeri dalam transaksi rekening bendahara 21 partai politik sepanjang tahun 2022—2023. Dalam temuannya, Ivan menyebut terdapat 8.270 transaksi dari 21 partai politik pada tahun 2022. Penerimaan makin meningkat, atau menjadi 9.164 transaksi pada tahun 2023.
"Mereka juga termasuk yang kita ketahui telah menerima dana dari luar negeri. Pada tahun 2022, penerimaan dananya hanya Rp 83 miliar, pada tahun 2023 meningkat menjadi Rp 195 miliar," katanya.