REPUBLIKA.CO.ID, MADINAH -- Ajaran agama Islam adalah ajaran yang tidak menekankan keunggulan suatu ras atau bangsa apapun, termasuk Arab apalagi kaum Yahudi.
Risalah Islam yang dibawa Nabi Muhammad SAW merupakan risalah yang berlaku bagi seluruh umat di dunia. Begitu Islam datang, Nabi menyampaikan risalah Allah dengan mengabarkan kepada umat manusia bahwa di sisi Allah hanyalah ketakwaan seseorang yang dinilai. Maka, salah satu misi dakwah Nabi adalh misi egaliter, persamaan, serta menyebarkan rahmat bagi semesta (rahmatan lil alamin).
Dalam buku Ali bin Abi Thalib karya Ali Audah dijelaskan, risalah Islam tidak terbatas hanya pada sesama keturunan Bani Hasyim, bahkan dengan sesama Arab maupun kaum Yahudi saja pun tidak. Dalam khutbah di Haji Wada, Rasulullah SAW berpesan bahwa tak ada kelebihan orang Arab dari orang ajam (bukan Arab).
Rasulullah SAW bersabda, "Laa fadhla li-arabiyyin ala ajamiyyin wa laa li-ajamiyyin ala arabiyyin wa laa li-ahmara ala aswada wa laa aswada ala ahmara illa bi-ttaqwa." Yang artinya, "Tak ada kelebihan orang Arab dari yang bukan Arab (ajam), yang bukan Arab dari orang Arab, yang berkulit merah dari yang berkulit hitam, dan yang berkulit hitam dari yang berkulit merah, selain dari ketakwaannya."
Hal ini juga ditekankan melalui firman Allah SWT dalam Alquran Surat Al-Furqan ayat 54, "Wa huwalladzi khalaqa minal-maa-i basyaran faja'alahu nasaban wa shihran wa kaana Rabbuka qadiran." Yang artinya, "Dialah Yang menciptakan manusia dari air, lalu (Allah) jadikan manusia berkerabat dan bersanak saudara. Dan Tuhanmu Mahakuasa."
Karena menekankan pada ajaran persamaan dan tidak membeda-bedakan ras seseorang, bukan berarti seseorang boleh meremehkan ras tertentu. Terlebih meremehkan, mencaci, atau menghina keturunan Nabi Muhammad SAW yang berasal dari bangsa Arab.
Nabi bahkan telah berpesan bahwa tak patut bagi seseorang untuk menghina keturunannya. Hal ini sebagaimana yang terangkum dalam hadits riwayat Imam Bukhari, Rasulullah SAW bersabda, "Fatimatun badh'atun minni, faman aghdhabaha aghdhabani." Yang artinya, "Fatimah adalah sebagian dariku (buah hatiku), barang siapa telah menyakitinya (maka) dia telah menyakitiku."
Klaim Yahudi soal bangsa unggulan
Dalam buku Akidah Islam Menurut Empat Madzhab karya Abul Yazid Abu Zaid Al Ajami dijelaskan, kaum Yahudi kerap mengabaikan petunjuk Nabi Musa mengubah isi kitab Taurat secara keseluruhan atau sebagiannya.
Terkait dengan Tuhan, misalnya, Alquran menyebutkan, kaum Yahudi meyakini adanya reinkarnasi. Mereka tidak puas dan tidak menerima Tuhan yang tidak dapat diverifikasi secara empiris. Semua disebabkan watak materialism yang mereka anut.
Contohnya disebutkan dalam firman Allah dalam Surat Al Baqarah ayat 55, “Wa iz qultum yaa Muusaa lan nu'mina laka hattaa naral laaha jahratan fa akhazat kumus saa'iqatu wa antum tanzuruun.”
Yang artinya, “Dan (ingatlah) ketika kamu berkata, "Wahai Musa! Kami tidak akan beriman kepadamu sebelum kami melihat Allah dengan jelas," maka halilintar menyambarmu, sedang kamu menyaksikan.”
Kemudian disebutkan juga dalam Surat An Nisa ayat 153, dan Surat Al A’raf ayat 138. Selain tenggelam dalam paham materialism yang sesat, kaum Yahudi juga mempersepsikan bahwa Tuhan mereka adalah Tuhan eksklusif hanya untuk mereka, tidak dimiliki manusia lain.
Disebutkan dalam Kitab Ulangan (6:8), “Karena engkau adalah bangsa suci kepunyaan Rabb Tuhanmu. Engkaulah yang dipilih Rabb Tuhanmu sebagai umat istimewa di antara seluruh umat di muka bumi.”
Salah seorang peneliti mengomentari konsep tersebut sebagai berikut, “Konsep Tuhan kaum Bani Israil ini merupakan konsep yang chauvinis (fanatic kebangsaan) dan rasialis. Tidak berbeda dengan dewa-dewa chauvinis yang ada saat itu di berbagai belahan bumi. Seperti dewa Ba’al dan marduk yang ada di Babilonia, Asyur yang ada di Asiria, serta dewa-dewa Mesir kuno pada masa Firaun.