REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif IndiGo Network, Radian Syam, merespons wacana pemakzulan Presiden Jokowi yang digulirkan gerakan petisi 100. Menurut Radian, manuver semacam itu jelas inkonsitusional dan tidak berdasar.
Hal itu karena tidak mungkin sebuah pihak bisa melakukan pemakzulan terhadap presiden, tanpa adanya bukti dan dalam waktu kurang dari sebulan menjelang Pemilu 2024. Radian juga menjelaskan, proses pemakzulan presiden bukanlah semudah membalikkan mata koin uang.
"Kita bangsa yang besar ini secara bersama menciptakan Pemilu 2024 yang damai dan jangan melontarkan isu liar yang membuat kegaduhan seluruh Republik Indonesia," ujar dosen hukum tata negara Universitas Trisakti tersebut kepada wartawan di Jakarta, Senin (15/1/2024).
Radian menjelaskan, ada beberapa kriteria yang harus terpenuhi dalam proses pemakzulan. Apalagi, regulasi pemakzulan presiden atau wakil presiden harus sesuai ketentuan Pasal 7A dan 7B Undang-Undang Dasar (UUD)1945, yang mengaturn usulan pemberhentian dapat diajukan oleh DPR kepada MPR hanya dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi (MK).
Syaratnya, sambung dia, didukung sekurang-kurangnya sepertiga dari jumlah anggota DPR yang hadir dalam sidang paripurna yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya dua pertiga dari total anggota DPR. Pun alasan pemakzulan presiden juga harus jelas sebagaimana tertuang dalam Pasal 7B UUD 1945, yakni pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, melakukan perbuatan tercela atau tidak memenuhi syarat lagi sebagai presiden.
Sementara, menurut Radian Jokowi tidak melakukan perbuatan dan pelanggaran seperti disebutkan dalam ketentuan Pasal 7B UUD NRI Tahun 1945. "Jadi jangan anggap ini negara untuk main-main, presiden dipilih melalui pemilu yang sah dan dipilih oleh masyarakat Indonesia untuk memimpin bangsa ini ke arah yang lebih maju, dan kita berdasarkan Pasal 1 ayat 3 UUD NRI Tahun 1945, di mana Indonesia negara hukum," ucapnya.
Wacana pemakzulan bergulir...