Senin 15 Jan 2024 10:15 WIB

Tentara IDF Israel Punah: Mujahidin Palestina Bertahan Lebih Gesit, Die-Hard dan Cerdik (Bag

Seleksi alam selalu memberi kesempatan Palestina karena berperilaku baik.

Rep: Muhammad Subarkah/ Red: Partner
.
Foto: network /Muhammad Subarkah
.

Selain mengusir tentara Israel (IDF) juga membunuh kaum perempuan.
Selain mengusir tentara Israel (IDF) juga membunuh kaum perempuan.

Pada buku Humankind: A Hopeful History karya Rutger Bregman adalah sebuah buku yang menawarkan perspektif baru tentang sejarah manusia, yang menantang pandangan umum bahwa manusia pada dasarnya jahat, egois, dan agresif.

Bregman berargumen bahwa manusia sebenarnya memiliki naluri baik, kerjasama, dan altruisme yang telah berkembang sejak awal Homo sapiens. Para elit pemimpin negara-negara pendukung Israel sesungguhnya tidaklah jahat, egois dan agresif; masih ada secuil naluri baik, kerja-sama dan altruisme.

Buku ini dibagi menjadi lima bagian, prolog, dan epilog, yang masing-masing membahas topik-topik seperti:

Pada topik The Real Lord of the Flies:

Bagian ini menceritakan kisah nyata dari enam anak laki-laki yang terdampar di sebuah pulau terpencil selama 15 bulan pada tahun 1965, dan bagaimana mereka berhasil bertahan hidup dengan saling membantu dan bekerja sama, berbeda dengan novel fiksi Lord of the Flies karya William Golding yang menggambarkan kekejaman dan kekacauan anak-anak yang terisolasi dari peradaban.

Pada bagian The State of Nature:

Bagian ini menelusuri asal-usul manusia dan bagaimana mereka berevolusi menjadi Homo sapiens yang unik dan berbeda dari spesies lainnya. Bregman menunjukkan bahwa manusia memiliki sifat-sifat seperti kemampuan berbahasa, kerjasama sosial, dan empati yang membuat mereka lebih mirip dengan anjing (Homo puppy) daripada dengan serigala (Homo homini lupus).

Pada bagian After Auschwitz:

Bagian ini menguji eksperimen-eksperimen psikologi yang terkenal seperti Milgram, Zimbardo, dan Asch, yang diklaim membuktikan bahwa manusia mudah dipengaruhi oleh otoritas, situasi, dan mayoritas untuk melakukan hal-hal jahat.

Bregman mengkritik metodologi, interpretasi, dan generalisasi dari eksperimen-eksperimen tersebut, dan menawarkan bukti-bukti alternatif yang menunjukkan bahwa manusia sebenarnya memiliki kemauan dan moralitas yang kuat untuk melawan kejahatan.

Dari perspektif ini, melawan kejahatan dan kebiadaban Israel terhadap bayi-bayi, anak-anak dan perempuan Palestina masih bisa diharapkan dari negara-negara sponsor apartheid Israel seperti AS, Inggris, Perancis, Jerman dll.


Pada bagaian buku Why Good People Turn Bad:

Bagian ini menjelaskan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perilaku manusia menjadi buruk, seperti kurangnya empati, kekuasaan, kesalahan pencerahan, dan motivasi ekstrinsik.

Bregman mengusulkan solusi-solusi untuk mengatasi faktor-faktor tersebut, seperti meningkatkan empati, mendistribusikan kekuasaan, mengakui kompleksitas manusia, dan memberikan motivasi intrinsik.

Di sini Kita bisa memahami mengapa bangsa Yahudi yang menjadi korban Holocaust tiba-tiba menjadi brutal dan biadab dan membom semua rumah sakit, gereja dan masjid dan juga sekolah tanpa tedeng aling-aling.

Pada bagian buku The Other Cheek:

Bagian ini memberikan contoh-contoh nyata dari orang-orang yang memilih untuk mengampuni, berdamai, dan bekerja sama dengan musuh-musuh mereka, bahkan dalam situasi-situasi yang penuh kebencian, ketidakadilan, dan kekerasan.

Bregman menunjukkan bahwa sikap-sikap seperti itu bukanlah tanda-tanda kelemahan atau naivitas, melainkan tanda-tanda kekuatan dan harapan untuk menciptakan dunia yang lebih baik.

Bagian ini semakin memperkuat prediksi bahwa negara Israel akan punah karena kebiadaban dan kekejamannya sendiri sebagaimana lumpuhnya Jengis Khan dalam catatan sejarah.

Bregman (2020) mendefinisikan self-fulfilling prophecy sebagai "fenomena di mana ekspektasi kita tentang orang lain mempengaruhi perilaku mereka" (Bregman, 2020: 17). Dengan kata lain, apa yang kita pikirkan tentang orang lain dapat mempengaruhi bagaimana mereka bertindak.

Makna dari self-fulfilling prophecy adalah bahwa kita dapat membentuk kenyataan sosial kita sendiri dengan cara kita memandang orang lain. Jika kita percaya bahwa orang lain baik, maka kita akan bersikap ramah dan kooperatif kepada mereka, dan mereka pun akan merespon dengan cara yang sama.

Sebaliknya, jika kita percaya bahwa orang lain jahat, maka kita akan bersikap curiga dan bermusuhan kepada mereka, dan mereka pun akan merespon dengan cara yang sama.

Self-fulfilling prophecy dapat memiliki dampak positif atau negatif tergantung pada ekspektasi kita. Oleh karena itu, Bregman (2020) menyarankan kita untuk "mengasumsikan hal-hal baik tentang orang lain" (Bregman, 2020: 18), karena dengan begitu kita dapat menciptakan lingkungan sosial yang lebih harmonis dan produktif.


Maka ke depan memang hanya orangorang yang baik saja yang akan bertahan di muka bumi ini. The survival of the friendliest adalah sebuah teori yang mengatakan bahwa manusia modern berhasil berevolusi dan bertahan hidup karena memiliki sifat ramah dan kooperatif yang tidak dimiliki oleh spesies manusia lainnya.

Teori ini didasarkan pada hipotesis bahwa manusia mengalami proses domestikasi diri, yaitu seleksi alam yang mengurangi agresivitas dan meningkatkan kemampuan sosial dan kognitif.

Teori ini dikemukakan oleh antropolog Brian Hare dan penulis Vanessa Woods dalam buku mereka yang berjudul Survival of the Friendliest: Understanding Our Origins and Rediscovering Our Common Humanity (2020).

Menurut Hare dan Woods, manusia modern memiliki keunggulan atas spesies manusia lainnya, seperti Neanderthal, karena mampu berkolaborasi, berkomunikasi, dan berempati dengan sesama manusia maupun makhluk hidup lainnya.

Mereka menyebut sifat ini sebagai friendliness, yang berbeda dengan kindness. Friendliness adalah kemampuan untuk menarik perhatian, membangun hubungan, dan memanfaatkan informasi dari orang lain, sedangkan kindness adalah kemampuan untuk membantu orang lain tanpa mengharapkan imbalan.

Kedua sifat ini saling melengkapi, tetapi friendliness lebih penting untuk survival, dan ini tidak dimiliki oleh satu elit politisi pun di negara Israel.

Hare dan Woods juga menjelaskan bagaimana proses domestikasi diri terjadi pada manusia. Mereka mengacu pada sindrom domestikasi, yaitu perubahan fisiologis, morfologis, perilaku, dan kognitif yang terjadi pada hewan yang didomestikasi oleh manusia.

Perubahan ini meliputi penurunan ukuran otak dan gigi, perubahan bentuk tengkorak dan telinga, peningkatan hormon serotonin dan oksitosin, perpanjangan masa kanak-kanak, dan peningkatan kemampuan komunikasi kooperatif.

Hare dan Woods berpendapat bahwa sindrom domestikasi juga terjadi pada manusia akibat seleksi alam terhadap individu yang lebih ramah dan kurang agresif.

Alam akan menyeleksi orang-orang yang ramah dan berbudi baik saja yang akan mampu bertahan dan tidak punah dalam kekacauan dan perang.

Tentara-tentara IDF yang penuh dengan angkara murka satu per satu akan menemui kematian perdata dan kematian dalam perang melawan gerilyawan mujahidin Palestina yang lebih gesit, die-hard dan cerdik.


Hare dan Woods juga membahas dampak positif dan negatif dari sifat ramah manusia. Di satu sisi, sifat ini memungkinkan manusia untuk menciptakan budaya, teknologi, seni, bahasa, dan ilmu pengetahuan yang luar biasa.

Di sisi lain, sifat ini juga membuat manusia rentan terhadap manipulasi, prasangka, diskriminasi, dan kekerasan terhadap kelompok yang dianggap berbeda atau ancaman.

Hare dan Woods menyarankan agar manusia menggunakan friendliness sebagai alat untuk memperluas lingkaran sosial mereka dan mengatasi perpecahan yang ada di dunia.

Maka, salah satu langkah yang perlu diambil untuk menyelesaikan konflik Israel dan Palestina adalah melakukan boikot diplomatik terhadap negara-negara yang melanggar hak asasi manusia dan hukum internasional.

Diplomat harus berani mengambil sikap tegas dan tidak hanya mengikuti protokol yang biasa saja. Diplomat bukanlah pejabat administrasi atau birokrasi yang hanya mencatat data dan angka.

Diplomat harus menjadi agen perubahan yang bisa mempengaruhi kebijakan dan sikap negara-negara lain. Diplomat harus menggunakan kekuatan diplomasi untuk mendorong perdamaian dan kesejahteraan dunia.***

Referensi:

Bregman, Rutger. Humankind: A hopeful history. Bloomsbury Publishing, 2020.

Geddes, Linda. (2014). Survival of the friendliest. New Scientist, Vol. 224(2998), 30-31.

Hare, B. (2017). Survival of the friendliest: Homo sapiens evolved via selection for prosociality. Annual review of psychology, Vol. 68, 155-186.

Hare, B., & Woods, V. (2020). Survival of the friendliest: Understanding our origins and rediscovering our common humanity. Random House Trade Paperbacks.

Sunstein, C. R. (2020). The triumph of the friendly: A review of Brian Hare and Vanessa Woods, survival of the friendliest: Penguin Random House, New York. Behavioural Public Policy, Vol. 4, (No.2), 131-135.

Turke, P. W. (2021). Brian Hare and Vanessa Woods Survival of the Friendliest: Understanding Our Origins and Rediscovering Our Common Humanity New York: Random House 2020 Pp. 304 ISBN: 9780399590665 $28 (hardcover). Politics and the Life Sciences, Vol. 40, (No. 1), 68-69.

sumber : https://algebra.republika.co.id/posts/277933/tentara-idf-israel-punah-mujahidin-palestina-bertahan-lebih-gesit-die-hard-dan-cerdik-bag-2-
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement