REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- JS Mayson menjelaskan kehidupan Islam di Cape Town (ibukota Afrika Selatan) abad ke-19 dalam buku The Malays of Cape Town. JS Mayson menulis bahwa pada tahun 1652 beberapa orang Melayu Batavia dibawa oleh Belanda ke Karesidenan. Kemudian dibawa ke Pemukiman Tanjung Harapan (Cape of Good Hope)
JS Mayson menduga, orang-orang Melayu Batavia yang pertama kali datang ke Afrika Selatan adalah umat Islam. Hal ini sebagaimana dijelaskan laman South African History Online, Sahistory, dalam artikel yang ditulis oleh Ebrahim Mohamed Mahida.
Sekitar tahun 1654 Perusahaan Hindia Timur Belanda (Dutch East India Company) mendirikan Tanjung (Cape) sebagai rumah singgah bagi kapal-kapalnya yang melakukan perjalanan antara Belanda dan Hindia Timur. Tanjung yang didirikan Belanda juga berfungsi sebagai tempat penyelesaian hukuman bagi narapidana dan tahanan politik yang diasingkan dari wilayah Timur (Indonesia dan sekitarnya/ Asia).
GM Theal seorang sejarawan dalam bukunya yang berjudul History of South Africa Before 1795, on Dutch East India Company. Dia berkata, "Bersamanya (Haaselt) datanglah kelompok orang pertama yang menjadi banyak jumlahnya di Afrika Selatan dan memiliki keturunan yang banyak, mereka itulah yang menjadi elemen penting dalam terbentuknya populasi di Cape Town (ibukota Afrika Selatan saat ini)."
Pengadilan Tinggi di Batavia (Jakarta saat berada di bawah kekuasaan Belanda) telah memutuskan bahwa empat orang Asia telah dijatuhi hukuman, sehingga harus diasingkan dan ikut kerja paksa seumur hidup.
Kejahatan empat orang Asia itu adalah memberitakan pemberontakan di Batavia melawan pemerintahan Belanda. Tiga diantaranya dikirim dengan Haaselt ke Mauritius dan satu dibawa ke Tanjung Harapan (di Cape Town, Afrika Selatan saat ini).
Tahanan politik itu mungkin termasuk orang Muslim pertama yang mendarat di Afrika Selatan, dua tahun setelah pemukiman warga kulit putih di negara tersebut.
Muslim dari Indonesia Timur Tiba di Afrika Selatan Tahun 1658
Kedatangan Muslim merdeka pertama yang dikenal sebagai Mardyckers tercatat terjadi pada tahun 1658. Mardycka atau Maredhika berarti kebebasan.
Mardyckers adalah orang-orang dari Amboyna (sebuah pulau di Indonesia) di selatan Maluku. Meraka dibawa ke Tanjung (Cape) di Afrika Selatan untuk mempertahankan pemukiman yang baru didirikan Belanda dari penduduk asli Afrika Selatan.
Belanda membawa Muslim dari Indonesia Timur itu juga untuk menyediakan tenaga kerja dengan cara yang sama seperti mereka dipekerjakan di kampung halamannya. Pertama dipekerjakan oleh Portugis dan kemudian oleh Belanda, di Amboyna (maksudnya mungkin Pulau Ambon di Indonesia Timur).
Jan Van Riebeeck seorang administrator kolonial Belanda yang disebut sebagai pendiri Cape Town telah meminta agar keluarga Mardycker dikirim ke Cape sebagai tenaga kerja. Keluarga Mardycker dilarang menjalankan agama mereka secara terbuka, agama mereka adalah Islam. Hal ini sesuai dengan Statuta India yang dirancang oleh Van Dieman pada tahun 1642, yang dinyatakan dalam salah satu placaat (Undang-undang).
Bunyi Undang-undang tersebut, “Tidak seorang pun orang Ambon terkait agama mereka menyusahkan atau mengganggu di depan umum atau (jangan) berani menyebarkannya di kalangan umat Kristiani dan kafir. Pelanggar akan dihukum mati, tetapi jika di antara mereka ada yang telah tertarik kepada Tuhan untuk menjadi Kristen, mereka tidak boleh dicegah untuk bergabung dengan gereja-gereja Kristen."
Undang-undang yang sama diterbitkan kembali pada tanggal 23 Agustus 1657 oleh Gubernur John Maetsuycker (Gubernur-Jendral Hindia-Belanda yang ke-12) mungkin untuk mengantisipasi kedatangan Mardyckers ke Tanjung Harapan. Undang-undang itu memerintah Tanjung sebagai bagian dari Kerajaan Kolonial Belanda.
Kedatangan Orang Sumatera dan Makassar di Afrika Selatan
Pada tahun 1667, lebih banyak lagi warga Muslim buangan yang dibuang oleh Belanda ke Cape Town. Orang-orang buangan politik atau orang Cayen ini adalah orang-orang Muslim kaya dan berpengaruh yang dibuang ke Cape Town dari Tanah Air mereka di Timur karena Belanda takut mereka akan dianggap sebagai ancaman terhadap hegemoni politik dan ekonomi mereka.
Orang buangan politik pertama adalah penguasa Sumatera. Mereka adalah Syekh Abdurrahman Matahe Sha dan Syekh Mahmood. Keduanya dimakamkan di Constantia (bagian dari wilayah Afrika Selatan saat ini). Sejak awal, pihak berwenang Cape Town mengakomodasi orang-orang buangan yang jauh dari Cape Town karena mereka takut orang-orang buangan tersebut akan melarikan diri. Sebuah makam bagi orang-orang buangan politik ini telah didirikan di "Bukit Islam" di Constantia di Cape. Syekh Yusuf dari Makasar adalah orang Cayen yang paling terkenal.
Sejak tahun 1681 dan seterusnya, Tanjung Harapan (Cape Town) menjadi tempat pengurungan resmi bagi para tahanan politik Timur di bawah kekuasaan Perusahaan Hindia Timur Belanda. Mereka dihukum karena menentang pemerintahan Belanda.