Senin 15 Jan 2024 14:23 WIB

Cina: Ketegangan di Laut Merah Efek dari Perang Gaza 

Prioritas saat ini adalah menghentikan konflik sesegera mungkin.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Setyanavidita livicansera
Menteri Luar Negeri Cina Wang Yi menyiapkan mikrofon sebelum pidatonya pada Situasi Internasional 2023 dan Simposium Diplomatik Tiongkok di Beijing, Cina (9/1/2024).
Foto: EPA-EFE/ANDRES MARTINEZ CASARES
Menteri Luar Negeri Cina Wang Yi menyiapkan mikrofon sebelum pidatonya pada Situasi Internasional 2023 dan Simposium Diplomatik Tiongkok di Beijing, Cina (9/1/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO – Menteri Luar Negeri (Menlu) Cina, Wang Yi, menyampaikan keprihatinan atas meningkatnya ketegangan di Laut Merah. Hal itu disampaikan Wang setelah melakukan pertemuan dengan Menlu Mesir, Sameh Shoukry, di Kairo, Ahad (14/1/2024).

Wang mengatakan, ketegangan yang saat ini membekap Laut Merah merupakan efek dari konflik yang sedang berlangsung di Jalur Gaza. Dia menekankan, prioritas saat ini adalah menghentikan konflik sesegera mungkin untuk mencegah eskalasi lebih lanjut atau bahkan menjadi tidak terkendali.

Baca Juga

“Wang menyerukan diakhirinya gangguan terhadap kapal komersial di Laut Merah, jalur perdagangan internasional yang penting untuk barang dan energi, sambil menekankan perlunya menjaga produksi serta rantai pasokan global tanpa hambatan serta tatanan perdagangan internasional,” tulis People’s Daily, yakni media resmi Partai Komunis Cina, dalam laporannya.

Wang pun menyinggung tentang serangan Amerika Serikat (AS) dan Inggris ke Yaman yang bertujuan menghancurkan fasilitas-fasilitas milik kelompok Houthi. Dia mengingatkan bahwa Dewan Keamanan PBB tidak pernah memberi wewenang kepada negara mena pun untuk menggunakan kekerasan terhadap Yaman.

Wang menyerukan agar para pihak menahan diri dan memantik bara ketegangan menjadi lebih besar di Laut Merah. Houthi mengatakan siap membalas serangan yang dilancarkan AS dan Inggris ke Yaman. Houthi pun menegaskan bahwa mereka tidak akan berhenti membidik kapal-kapal dagang di Laut Merah yang dimiliki Israel atau berlayar ke pelabuhan Israel.

“Agresi Amerika dan Inggris tidak akan luput dari ganjaran,” kata Houthi dalam sebuah pernyataan, dikutip laman Middle East Monitor, Ahad. Pernyataan itu dirilis beberapa jam setelah AS melancarkan serangan kedua ke Yaman pada Sabtu (13/1/2024). “Agresi terang-terangan Amerika dan Inggris, yang datang untuk mendukung entitas Zionis, tidak akan menghalangi Yaman untuk melanjutkan operasi militernya melawan musuh Israel dan mencegah kapal-kapalnya serta kapal-kapal lain menuju pelabuhan-pelabuhan Palestina yang diduduki,” ungkap Houthi.

“Agresi ini, yang tentunya tidak akan terjadi tanpa hukuman dari angkatan bersenjata kami, menyoroti dampak signifikan dari operasi militer Yaman terhadap musuh Israel dan mencegah lewatnya kapal-kapal Yaman dan kapal-kapal lain dari negara lain yang membawa barang ke sana,” tambah Houthi dalam pernyataannya.

Pada Sabtu lalu, AS kembali meluncurkan serangan ke Yaman. Seperti sebelumnya, serangan terbaru membidik situs atau fasilitas milik kelompok Houthi. Komando Pusat AS (CENTCOM) mengonfirmasi serangan tersebut di X (Twitter). “Pada pukul 03.45 (waktu Sanaa) tanggal 13 Januari, pasukan AS melakukan serangan terhadap situs radar Houthi di Yaman,” ungkap CENTCOM dalam unggahannya.

“Serangan ini dilakukan oleh USS Carney (DDG 64) dengan menggunakan Rudal Serangan Darat Tomahawk dan merupakan tindakan lanjutan terhadap sasaran militer tertentu yang terkait dengan serangan yang dilakukan pada 12 Januari yang dirancang untuk menurunkan kemampuan Houthi dalam menyerang kapal maritim, termasuk kapal komersial,” tambah CENTCOM.

Pada Kamis (11/1/2024), AS dan Inggris melancarkan serangan udara pertama ke beberapa wilayah di Yaman, termasuk ibu kota Sanaa. Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin mengungkapkan, dalam serangan tersebut militer negaranya menargetkan fasilitas yang terkait dengan kendaraan udara tak berawak atau drone, rudal balistik dan jelajah, serta kemampuan radar pesisir dan pengawasan udara milik Houthi.

Sejak 19 November 2023, kelompok Houthi telah meluncurkan puluhan serangan rudal dan drone ke kapal-kapal komersial yang melintasi Laut Merah. Houthi mengklaim mereka hanya membidik kapal-kapal milik atau menuju pelabuhan Israel.

Serangan terhadap kapal-kapal tersebut merupakan bentuk dukungan Houthi terhadap perjuangan dan perlawanan Palestina. Sejak Houthi aktif menyerang kapal-kapal di Laut Merah, sejumlah perusahaan kargo memutuskan untuk menghindari wilayah perairan tersebut.

Perubahan jalur laut dengan menghindari pelayaran melintasi Laut Merah dapat menyebabkan penundaan pengiriman kargo dan memicu kenaikan ongkos pengiriman. Hal itu karena Laut Merah merupakan jalur terpendek antara Asia dan Eropa melalui Terusan Suez.

Laut Merah adalah salah satu jalur laut yang paling sering digunakan di dunia untuk pengiriman minyak dan bahan bakar. Pada 18 Desember 2023 lalu, Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin mengumumkan peluncuran Operation Prosperity Guardian (OPG).

Dia mengatakan, OPG dibentuk sebagai respons atas serangan Houthi terhadap kapal-kapal komersial di Laut Merah. Negara-negara yang tergabung dalam satgas maritim OPG antara lain Inggris, Bahrain, Kanada, Prancis, Italia, Belanda, Norwegia, Seychelles, dan Spanyol. Sementara itu, kelompok Houthi menyampaikan, pembentukan satgas maritim oleh AS dan sekutunya tidak akan mengubah sikap serta dukungan mereka untuk Palestina.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement