Senin 15 Jan 2024 15:12 WIB

Carok Disebut Institusionalisasi Kekerasan, Ini Penjelasannya

Carok dianggap masyarakat Madura cara untuk menyelesaikan masalah dengan kekerasan.

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Fernan Rahadi
Peristiwa carok terjadi di Dusun Sumbergentong, Klepu, Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang, Jumat (29/1).
Foto: Humas Polres Malang
Peristiwa carok terjadi di Dusun Sumbergentong, Klepu, Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang, Jumat (29/1).

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Sosiolog Universitas Trunojoyo Madura (UTM), Mutmainnah memberikan komentar terkait peristiwa perkelahian dengan menggunakan senjata tajam atau carok yang menewaskan empat warga Kabupaten Bangkalan, Madura, Jawa Timur. Mutmainnah menyatakan, carok biasanya dilatari konflik yang menurut para pelaku yang terlibat menyangkut harga diri.

"Semacam ketidakpercayaan terhadap aparat, bahwa ini bisa diselesaikan dengan adil. Karena paling kalau ditahan berapa lama? Gak sampai setahun itu sudah lepas. Padahal kan ini adalah konflik yang menurut mereka itu menyangkut harga diri," kata Mutmainnah kepada Republika, Senin (15/1/2024).

Mutmainnah berpendapat, carok merupakan bentuk institusionalisasi kekerasan. Di mana carok dianggap masyarakat Madura, khususnya di wilayah Madura Barat, sebagai cara untuk menyelesaikan masalah menggunakan kekerasan. Mereka yang terlibat, kata Mutmainnah, sudah menata dari awal siapa yang akan melakukan carok, termasuk dampak yang akan timbul.

"Dan kalau yang melakukan carok ini meninggal siapa yang akan bertanggung jawab terhadap keluarga yang ditinggalkan, siapa yang akan masuk penjara apabila menang, dan seterusnya. Termasuk apa alat yang akan digunakan," ujarnya.

Selain tertata, lanjut Mutmainnah, kadang kala pihak keamanan pun sudah tahu akan terjadinya carok. Tapi aparat keamanan tidak bisa berbuat banyak, dan biasanya hanya bisa melerai saja.

"Tidak bisa berbuat apa-apa apabila sudah terjadi kejadian seperti itu. Paling menahan untuk tidak ada lanjutannya. Karena kan nanti ini semacam tujuh turunan. Jadi setelah ini akan dilihat siapa yang meninggal. Kemudian anak cucunya diceritakan misalnya kakekmu meninggal disabet si ini," ucapnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement