Senin 15 Jan 2024 17:43 WIB

Pengamat: Presiden Terpilih Harus Akselerasi Program Transisi Energi

Bauran EBT pada 2023 baru 12,8 persen, dari target 44 persen pada 2030.

Red: Fuji Pratiwi
Teknisi memeriksa solar panel pada proyek PLTS Terapung di Waduk Cirata, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, Selasa (26/9/2023).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Teknisi memeriksa solar panel pada proyek PLTS Terapung di Waduk Cirata, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, Selasa (26/9/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi menyebutkan presiden yang terpilih dalam Pilpres 2024 harus melanjutkan dan mengakselerasi program transisi energi.

Sebab, menurut Fahmy, program transisi energi di era Presiden Joko Widodo (Jokowi) belum mencapai target-target yang ditetapkan.

Baca Juga

"Siapa pun presiden terpilih yang menggantikan Jokowi, harus melanjutkan dan mengakselerasi program transisi energi. Target yang harus dicapai dalam program transisi energi itu adalah pencapaian net zero emission pada 2060," katanya dalam keterangan di Jakarta, Senin (15/1/2024).

Fahmy menyebutkan, bauran energi baru terbarukan (EBT) pada akhir 2023 baru mencapai 12,8 persen, masih cukup jauh dari target sebesar 23 persen pada 2025. Terlebih, pada 2030 target meningkat menjadi sebesar 44 persen.